Tanggapan atas ucapan: “Apa salahnya sih?”



Mereka berkata: “apa masalahnya kami mengadakan perayaan (bid’ah) ini? kan nggak ada salahnya? apa salahnya sih? ‘kan ini bukanlah sebuah permasalahan, dan tidak seharusnya menjadi sebuah permasalahan?!”

Dijawab: Justru ini masalah yang besar… justru ini kesalahan yang besar!!

Lantas apa saja permasalahan atau kesalahan besar tersebut?!

Berikut MASALAH-MASALAH yang engkau kira hal tersebut “bukan masalah” atau engkau katakan “tidak ada salahnya”…

Semoga setelah engkau membacanya, niscaya engkau dapat mengetahui bahwa hal tersebut adalah MASALAH BESAR dan merupakan KESALAHAN BESAR…

Permasalahan pertama : Nabi shallallaaahu ‘alayhi wa sallam TELAH MEMBATASI bahwa perayaan dalam islam hanya 2 ‘iid; ‘idul fithri dan ‘idul adh-ha…

Beliau bersabda:

إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر

‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan ‘Idul Fithri’.”

(HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud, 1134)

Asbabul wurud (sebab disabdakannya) hadits diatas karena Rasuulullaah melihat kaum anshar sedang melakukan perayaan/peringatan akan suatu hari…

Maka jelas hadits diatas adalah PEMBATASAN Rasuulullaah bahwa hari raya/hari peringatan umat islaam HANYA ADA DUA.. Maka alangkah beraninya orang-orang yang mengada-adakan hari perayaan atau hari peringatan (SELAIN dua ‘iid)… Terlebih lagi menyandarkannya kepada Islaam…

Permasalahan kedua : Jika sudah tahu bahwa syari’at islaam hanya menganggap hanya ada dua hari raya/perayaan/hari peringatan… maka TERLARANG bagi kita untuk merayakan/memperingati hari-hari selain dari dua ‘iid… karena mengatakan adanya perayaan selain dua ‘iid berarti tlh mendahului Alaah dan RasulNya

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

(Al-Hujuraat: 1)

Permasalahan ketiga : Jika sudah tahu bahwa syari’at islaam hanya menganggap hanya ada dua hari raya/perayaan/hari peringatan… maka TERLARANG bagi kita untuk merayakan/memperingati hari-hari selain dari dua ‘iid… karena mengatakan adanya perayaan selain dua ‘iid, berarti MERASA syari’at islam ini belum BELUM SEMPURNA…

Padahal Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

(Al-Maaida: 3)

Yang dimaksud Islaam… kembali kepada “(pada hari ini)”…

jadi… yang dianggap ISLAAM, adalah pada hari Allah menyempurnakan agamaNya… apapun yang disandarkan kepada islaam, setelah Allah menurunkan firmanNya ini… maka hal tersebut BUKANLAH BAGIAN ISLAAM..

Oleh karenanya berkata Imam Maalik bin Anas:

من ابتدع في الاسلام بدعه يراها حسنه فقد زعم ان محمدا ( صلى الله عليه وسلم ) خان الرسالة لان الله يقول ( اليوم أكملت لكم دينكم ) فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا .

Barangsiapa yang mengada-adakan (segala sesuatu apapun) bid’ah DALAM ISLAAM, kemudian dia MENGANGGAPnya HASANAH (kebaikan); maka sesungguhnya dia telah MENUDUH Muhammad shallallaahu ‘alayhi wa sallam TELAH MENGKHIANATI RISALAH, karena Allah telah berfirman: “…Pada hari ini telah Ku-sempurnakan bagimu agamamu…” maka apa-apa yang pada saat itu BUKAN AGAMA, maka pada hari ini juga BUKAN bagian dari AGAMA.

(I’tisham asy Syaathibiy)

Rasuulullaah juga bersabda, bahwa UMAT ISLAM akan terpecah menjadi 73 GOLONGAN… 72 golongan SESAT dan MASUK NERAKA… 1 golongan yang benar dan masuk surga… siapa mereka?

مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي

“(Mereka adalah golongan yang berpegang pada) apa-apa (yang) aku dan para sahabatku (berpegang teguh) pada hari ini”.

Maka 72 golongan yang lain yang adlaah SESAT dan diancam masuk neraka… DISEBABKAN MEREKA TIDAK MAU berpegang dengan apa yang dipegang Rasuulullaah dan para shahabatnya PADA HARI ITU (yaitu hari disempurnakan agama)…

Allah juga berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.

(Aali Imraan: 19)

maka sesuatu yang disandarkan pada islaam, yang tidak termasuk syari’at islaam pada hari Allah turunkan ayat diatas, maka TIDAK ALLAH RIDHAI…

Permasalahan keempat : Jika sudah tahu bahwa syari’at islaam hanya menganggap hanya ada dua hari raya/perayaan/hari peringatan..maka TERLARANG bagi kita unutk merayakan/memperingati hari-hari selain dari dua ‘iid… karena mengatakan adanya perayaan selain dua ‘iid berarti tlh TIDAK MERASA CUKUP dengan ketetapan Allah dan RasulNya…

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.

[Al Ahzab : 36].

rasuulullaah sudah menetapkan bahwa hanya ada dua ‘iid tapi kita berkata “ada iid lain, selain dua ‘iid”

Permasalahan kelima : “…Dan Barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan ketetapan beliau, maka berarti membenci sunnah beliau…”

مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Bagaimanakah keadaan suatu kaum yang mengatakan demikain dan demikain, Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan tidur, dan aku juga menikahi perempuan, dan barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku “.

Asbabul wurud (sebab disabdakannya) hadits diatas adalah karena adanya orang yg ingin beribadah selain dengan apa yg dicontohkan nabi…

Permasalahan keenam : Barangsiapa yang “menganggap baik” sebuah perayaan selain dari perayaan yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya, maka ia telah merasa “lebih baik”/”lebih bertaqwa”/”lebih berilmu” tentang agama ini daripada Rasuulullaah…

Mengapa demikian?

Rasuulullaah sudah menetapkan dan mencukupkan diri dengan dua hari raya… eh ada orang yang mengatakan: “ada hari raya lain selain dua hari raya tersebut”

Ditanyakan:

- apakah engkau merasa bahwa perayaan tersebut lebih baik daripada apa yang telah ditetapkan Rasuulullaah?

- atau apakah engkau merasa lebih berilmu dari beliau, sehingga engkau katakan “ada perayaan lain” padahal beliau “hanya mencukupkan dua perayaan”!?

- bukankah engkau menginginkan ketaqwaan dengan mengadakan tambahan perayaan ini? lantas apakah dirimu merasa lebih bertaqwa daripada Rasuulullaah? beliau mencukupkan diri dengan dua perayaan, sedangkan engkau mendekatkan diri kepada Allah dengan perayaan selain dari perayaan yang beliau cukupkan?

Oleh karenanya beliau shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُكُمْ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ قَلْبًا

“Demi Allah, sesungguhnya saya adalah orang yang paling tahu terhadap Allah dan paling bertakwa di antara kalian.”

[HR. Al-Bukhari (no. 5063) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1401) kitab an-Nikaah, an-Nasa-i (no. 3217) kitab an-Nikaah, Ahmad (no. 13122)]

Agar jangan sampai kita merasa lebih tahu daripada beliau… agar jangan sampai kita merasa lebih bertaqwa daripada beliau…

Beliau juga bersabda:

أبالله تعلموني أيها الناس ؟ قد علمتم أني أتقاكم لله وأصدقكم وأبركم افعلوا ما آمركم

Demi Allah! bukankah kalian mengenalku wahai manusia!? Kalian telah mengetahui bahwa aku paling bertaqwa kepada Allaah diantara kalian, paling jujur dan paling baik… maka kerjakanlah apa yang aku perintahkan kepada kalian!

(HR. Bukhariy dan Muslim; dinukil dari Hajjatun Nabiy karya Syaikh al Albaaniy rahimahullaah)

Maka amalkanlah apa yang beliau perintahkan… Merasa cukuplah atas apa yang beliau syari’atkan…

Maka tidak salah Khalifatur Rasyid ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:

إِذَا حُدِّثْتُمْ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيثًا فَظُنُّوا بِهِ الَّذِي هُوَ أَهْيَا وَالَّذِي هُوَ أَهْدَى وَالَّذِي هُوَ أَتْقَى

“Jika disampaikan hadits kepada kalian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka anggaplah bahwa beliau orang yang paling menggembirakan dan yang paling mendapat petunjuk serta yang paling bertakwa.”

(Atsar Riwayat Ahmad)

Berkata pula Ibnu Mas’uud radhiyallaahu ‘anhumaa:

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”

(Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy)

Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”

(Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh)

Permasalahan ketujuh : Barangsiapa yg menetapkan adanya perayaan selain dua hari raya yang ditetapkan islaam… maka orang tersebut tersebut telah mengadakan KEDUSTAAN atas nama Allah dan agamaNya TANPA ILMU… Allah dan RasulNya hanya menetapkan DUA HARI RAYA.. sementara mereka berkata: “ada hari raya lain selain dua hari raya tersebut”

Alloh Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)

Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata:

“Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.”

(Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)

Allah berfirman

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Rabbku hanya MENGHARAMKAN perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)”

(Al-A’raf:33)

Allah berfirman

وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram” sehingga mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.

(QS. An-Nahl (16): 116)

Permasalahan kedelapan : barangsiapa yg menetapkan adanya perayaan selain dua hari raya yang ditetapkan islaam… maka orang tersebut tersebut telah mensyari’atkan sesuatu yang tidak Allah syari’atkan

قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ

Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang pensyari’atan ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”

[Yunus : 59]

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”

[Asy-Syura: 21]

Permasalahan kesembilan : barangsiapa yg menetapkan adanya perayaan selain dua hari raya yang ditetapkan islaam… maka orang tersebut tersebut telah berhukum dengan selain hukum Allah

Karena Allah dan RasulNya telah menetapkan bahwa hari raya dalam islam hanya dua, sedangkan orang ini berkata: “ada hari raya lain selain dua hari raya yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya”

Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami menyatakan:

“Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

(QS. 5:44)
Kemudian beliau berkata,

“Kekafiran yang dimaksud dengan ayat diatas bukan berarti KELUAR dari AGAMA ISLAM. sebagaimana yang MASYHUR dari kalangan AHLUS-SUNNAH WAL JAMA’AH; yakni hal ini bisa termasuk kufur akbar, bisa pula termasuk kufur ashghår.”

(–sampai disini perkataan beliau–)

Permasalahan kesepuluh: barangsiapa yg menetapkan adanya perayaan selain dua hari raya yang ditetapkan islaam… maka hal tersebut tertolak (tidak diterima/dianggap) dan merupakan kesesatan…

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak”.

(HR. Bukhariy)

Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dasar dari kami maka amalan itu tertolak.”

(HR. Muslim)

Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

أَمَّا بَعْدُ , فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ تَعَالَى , وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا , وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

Amma ba’d. Seseungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah. dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah hal yang baru, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

(HR. Muslim, an nasaa-iy dan selainnya)

Ibnu ‘Umar:

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً

“Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.”

(Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar