"Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan. Bijaksana itu…?"

Bijaksana tidak bisa dilihat dari umur seseorang. Bijaksana adalah suatu
pola pikir yang santun dan bertanggung jawab dalam melihat suatu masalah
yang ada. Bijaksana hanya biasa terwujud jika kita dapat mengendalikan emosi
kita, dan melihat masalah dari berbagai kaca mata. Sehingga keputusan yang
diambil adalah keputusan yang santun dan bertanggungjawab.

Kebijaksanaan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, masa lalu,
pendidikan, dan iman.Tetapi menjadi bijaksana dapat dilatih, dapat
dipelajari, dan akhirnya dapat diamalkan. lalu bagaimana cara kita menjadi
bijaksana.

1.selalu mengevaluasi diri apa adanya (kekuatan dan kelemahan) sebelum
mengevaluasi orang lain,sekaligus mau mengakui kelemahan diri kita
2.selalu memprioritaskan pengunaan sumberdaya secara optimum (tidak boros)
tanpa merugikan pihak lain;
3.berempati terhadap orang lain yang sedang mengalami duka atau sukacita;
4.menahan emosi (bersabar dan menahan amarah) atas kritik orang lain tentang
diri kita;
5.menjadi pendengar dan pembicara yang baik (ucapan,bahasa tubuh,kadar
emosi);
6.merespon pendapat orang lain tanpa harus menyakiti orang tersebut; dan
hendaknya memberi jalan keluarnya;
7.berpenampilan murah senyum dan tidak kikir menghargai orang lain;sekaligus
menihilkan sifat menyakiti orang lain;
8. menunjukkan kerendahan hati namun tidak rendah diri kecuali di hadapan
Allah;
9.selalu menambah ilmu pengetahuan utamanya agama dan memanfaatkannya demi
rahmatan lil alamin;
10.Mensyukuri apapun yang diberikan Allah kepada kita;
11. mengurangi rasa
kesedihan atas kehidupan yang keras; bersabar dan siap-siaplah menerima
pertolongan yang segera datang dari Allah;

Bijaksana bukan tuntutan, tetapi seharusnya sudah inheren bagi diri kita.
Makhluk tuhan yang hidup dalam banyak ragam kehidupan. Karena kehidupan yang
normal adalah adanya keseimbangan

hidup. Orang yang bijak akan sayang terhadap sesama. Berbeda dengan
orang-orang yang hidup penuh dengan kebencian, dimana kepuasan bathinnya
adalah menghancurkan orang lain.Dengan bisa bersikap bijaksana, kehidupan
yang kita jalani akan lebih baik dan bermanfaat bagi kita. mari kita mencoba
menjadi lebih bijak dalam hidup dan kehidupan ini.

"Tua itu pasti. Dewasa itu pilihan. Bijaksana itu…?"



Menjadi diri sendiri membuat Anda memiliki fondasi kepribadian yang kuat.
Memang, untuk menjadi diri sendiri tidaklah mudah.Menjadi diri sendiri
seperti apa

1. JADILAH PRIBADI YANG BERBEDA

Menjadi diri sendiri yang berbeda dan unik. Setiap orang memiliki ciri khas
dan karakter masing-masing. Hal ini menyiratkan bahwa di satu sisi Anda
memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain tetapi di sisi lain
Anda juga mempunyai kekurangan dibanding orang lain. Jadi jadilah diri
sendiri yang berbeda dan luar biasa.

2. JANGAN MENYESALI DIRI

Memang pada dasarnya kita adalah berbeda dengan orang lain, kita memiliki
kelemahan atau kekurangan Namun jangan sekalipun menyesalinya. Tak perlu
repot membandingkan kekurangan Anda dengan kelebihan orang lain. Karena
disamping kekurangan, Anda juga punya potensi lain dan
kelebihan. Dan jangan sampai Anda menempuh 'jalan pintas' untuk merubah diri
Anda. Lebih baik gali kelebihan Anda untuk menutupi kekurangan Anda.

3. HARGAI DIRI SENDIRI

Berpikirlah positif tentang diri Anda. Sekalipun Anda punya kekurangan, Anda
tidak boleh menilai buruk dan membenci diri sendiri. Jika Anda selalu
dibayang-bayangi kelemahan Anda, Anda akan kesulitan menerima dan menghargai
diri sendiri. Maka Anda harus memulainya dari diri Anda. Jika Anda saja
sudah tidak menghargai diri sendiri, bagaimana dengan orang lain.

4.Berhenti membandingkan diri Anda dengan orang lain.
Standar ideal kadang membuat kita lupa sosok diri kita yang sesungguhnya.
Banyak dari kita terus mengejar standar-standar itu hingga kita terus merasa
tidak puas dengan keadaan kita yang sesungguhnya. Kita terus dimanjakan oleh
fantasi menjadi orang lain. Banyak pria dan wanita terus menerus
membandingkan diri mereka dengan orang lain untuk melihat apakah mereka
lebih pintar, lebih langsing, ahli, kharismatik, bijaksana, cantik,
bergairah dan sebagainya.

Kita perlu menghentikan kebiasaan-kebiasaan seperti itu, bila Anda ingin
menjadi diri sendiri. Ingatlah hanya satu diri Anda yang unik yang lebih
sempurna dibandingkan menjadi orang lain yang hebat sekalipun.

5.Bergembira dengan siapa diri Anda.
Bergembiralah, tidak perlu malu dengan keadaan Anda saat ini. Anda tidak
perlu menjadi orang lain untuk melakukan apa yang Anda dapat lakukan,
lakukan saja bila kesempatan terbuka untuk Anda. Arthur Schopenhaeur
menulis; manusia merampas tiga perempat potensi mereka hanya karena mereka
berusaha menjadi orang lain.

6.Memberi izin terhadap diri sendiri untuk gagal.
Kegagalan yang Anda alami membuat Anda putus asa, setiap kali Anda
mengingatkannya membuat Anda menjadi stres. Anda tidak pernah memasukan kata
gagal dalam kamus pribadi Anda. Akibatnya akan terus menyalahkan diri Anda
sendiri.

Berhentilah menyalahkan diri Anda sendiri, dengan demikian memberikan
kesempatan buat diri untuk berkembang. Rasa bersalah akan membuat pikiran
Anda menjadi sempit dan semakin susah buat Anda menemukan gagasan yang
terbaik.

Menjadi diri Anda sendiri akan membuat diri Anda semakin besar rasa hormat
kepada orang lain, semakin Anda mengerti diri sendiri maka Anda akan lebih
mengerti sikap dan pengertian terhadap hak-hak orang lain. Misalnya, bila
Anda mudah tersinggung maka tentunya akan bersikap tidak akan membuat orang
lain tersinggung. Inilah yang saya maksudkan sebagai pembinaan diri setelah
melalui tahap pencarian jati diri dulu.

Menjadi diri sendiri adalah sebuah pilihan untuk memanfaatkan setiap potensi
yang dimiliki, bukan hanya untuk dinikmati sendiri. Bukan pula untuk diumbar
tanpa makna. Setiap orang berbeda, setiap orang lahir, tapi pilihan untuk
jadi dirinya atau tidak. Tapi memilih menjadi diri sendiri-meski orang
bilang apa-adalah pilihan bijak untuk menghadapi hidup.bahwa kita sebenarnya
tidak perlu menutup-nutupi keadaan kita yang tidak perlu ditutupi.

Di tengah-tengah kehidupan kita menemukan bahwa sering "lebih aman" bagi
kita memilih untuk "menutupi diri" daripada harus membuka keberadaan kita,
baik itu pendirian, perasaan, maupun kelemahan dan kesalahan kita.
Penyebabnya, karena tidak jarang dari kita yang mengalami luka akibat
penolakan yang dilakukan oleh lingkungan kita masing-masing, baik itu di
dalam rumah tangga, keluarga, sekolah, kampus, maupun tempat kerja kita.
Kita menemukan bahwa lingkungan kita seringkali tidak seramah yang kita
harapkan atau inginkan. Akibatnya, menutup diri dan tidak jarang
"berpura-pura" , merupakan alternatif yang lebih aman yang sering kita pakai
untuk menghadapi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Melalui tulisan ini, saya ingin anda mengerti bahwa ada suatu kekuatan yang
sangat besar yang mampu menyentuh dan mempengaruhi kehidupan orang lain
sedemikian dalam, yaitu pada saat anda menjadi diri sendiri.

Menjadi diri Anda sendiri berarti Anda berhenti berpura-pura menjadi orang
lain, Anda tidak lagi takut tidak memenuhi harapan orang lain. Ini bukan
berarti bahwa Anda tidak mempedulikan pikiran-pikiran orang lain. Tentu saja
Anda peduli, hanya saja Andalah yang mengarahkan kehidupan Anda sendiri.
Anda sendirilah yang mengatasi rasa ketakutan itu dari pilihan-pilhan yang
ada. Ketulusan adalah hal utama, Anda dapat menerima dari sisi baik dan
buruk dari diri Anda sendiri

"Being real, being human, being yourself, the first step in becoming to
succes."



Menyusun Sendiri Kebahagiaan Diri

Di sebuah kelas, seorang guru membagikan sebuah kertas mewarnai yang berisi
gambar pemandangan beserta satu kotak crayon kepada anak-anak murid TK-nya.
Untuk pembagian crayon, mereka tidak diberikan 12 jenis pinsil warna yang
komplit. Tapi paling banyak hanya 8 warna. Tiap anak mendapat pensil warna
berbeda-beda. Sengaja untuk memancing kreativitas anak.

Di antara murid-murid tersebut, terdapat 2 anak yang spesial di antara
mereka. Kedua-duanya hanya memiliki warna hitam, putih, merah, kuning, dan
biru. Kedua anak tersebut berbeda sikapnya saat bekerja mewarnai kertas
tesebut.

Salah seorang dari mereka uring-uringan tidak mau mewarnai. "Bagaimana bisa
mewarnai?", pikirnya. "Gambar matahari yang ada pada kertas tersebut,
seharusnya diwarnai dengan warna oranye. Tapi aku tidak mendapati warna
oranye di kotak crayon yang dibagikan. Gambar pepohonan seharusnya diwarnai
dengan warna hijau. Tapi tidak ada warna hijau. Selain itu, tidak ada warna
biru muda. Yang ada warna biru tua. Padahal aku ingin langit diwarnai dengan
warna biru muda"

Anak tersebut begitu idealisnya. Ia tidak bisa menerima
kekurangan-kekurang an yang ada. Akhirnya, alih-alih mewarnai, ia hanya
merajuk diam tanpa melakukan apa pun. Ia hanya bisa iri atas teman lain yang
memiliki pinsil warna yang lengkap.

Anak yang lain malah asyik mewarnai. Memang, warna yang tersedia tidak
komplit. Tapi itu tidak menghalanginya untuk mendapatkan keasyikan dari
aktifitas mewarnai. Ia cukup cerdas mengakali kekurangan warna tersebut.
Untuk mewarnai gambar matahari, mula-mula ia beri warna kuning. Lalu warna
kuning itu ia timpa dengan warna merah. Hasilnya, warna oranye yang cerah
untuk matahari.

Begitu juga untuk warna pepohonan, mula-mula ia beri warna biru, lalu ia
campurkan dengan warna kuning sehingga membentuk warna hijau. Lalu untuk
warna langit, mula-mula ia beri warna biru tua. Setelah itu ia goreskan
pinsil warna putih sehingga warna birunya sedikit memudar.

Saudaraku, setidaknya itu menggambarkan penyikapan insan atas apa yang
diterimanya. Ada manusia yang sulit menerima kekurangan-kekurang annya. Ia
menghabiskan waktunya untuk mengeluh karena tidak memiliki apa yang orang
lain miliki. Ia mengeluh karena istri yang dimilikinya tidak cantik, atau
gaji yang diterimanya tidaklah memadai, atau pekerjaan yang digelutinya
tidak menyenangkan, dsb.

Insan model tersebut, adalah insan yang berkata, "Ah, andai gajiku lebih
besar lagi, tentu aku bisa berinfak". "Ah, andai istriku cantik, tentu mudah
untuk ghodul bashor." "Ah, andai pekerjaanku tidak terlalu sibuk, tentu aku
bisa menghafal Al-Qur'an."

Orang seperti ini tidak bisa bahagia atas apa yang dimilikinya. Ia tidak
mampu menyusun sendiri kebahagiaan dirinya. Dalam cerita di atas, orang
seperti ini jauh berbeda dengan sikap anak yang kedua.

Bandingkan dengan sikap anak yang kedua. Ia adalah profil orang yang mampu
menyusun sendiri kebahagiaan dirinya atas apa yang ia miliki. Ia tidak
peduli dengan apa yang tidak dimilikinya, dan tidak peduli atas apa yang
orang lain miliki. Orang seperti ini kebahagiaannya tidak bisa didikte oleh
keterbatasan. Dengan apa yang dimilikinya, ia mampu menciptakan kebahagiaan.

Kebahagiaan terbentuk bukan tergantung dari keberadaan materi, tapi
tergantung dari keberkahan materi. Sebuah materi menjadi berkah manakala ia
memberikan manfaat bagi pemiliknya.

Aktivitas orang tipe kedua juga tidak bisa didikte oleh keterbatasan.
Apabila ia ingin bersedekah tapi benar-benar tidak punya barang untuk
disedekahkan, maka ia bisa melakukan sholat dhuha, atau ia bisa menawarkan
tenaganya untuk membantu orang lain. Minimal, ia memiliki senyum untuk
disedekahkan kepada orang lain.

"Bagi masing - masing ruas dari anggota tubuh salah seorang diantara kalian
harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih adalah sedekah, Setiap tahmid
adalah sedekah, Setiap takbir adalah sedekah, memerintahkan untuk melakukan
kebaikan adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan semua
itu dapat tercukupi dengan melakukan dua rakaat sholat Dhuha." (HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar