Dzikir Pagi & Petang Saat Beraktifitas

Assalamu'alakum warahmatullahi wabarakaatuhu...

Ustadz, apakah melakukan dzikir pagi & petang boleh sambil melakukan aktifitas lain, mengingat padatnya aktifitas (dalam hal ini dzikir tidak dilakukan dengan duduk berdiam).

Syukron ustadz atas penjelasannya. Jazaakallahu khoiron..Baraakallahu fiika..

Jawab :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Dzikir pagi dan sore yang ada tuntunannya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam terdiri dari dzikir dan do'a, dan kedua hal itu memerlukan fokusnya pikiran dan hati supaya tujuan dan hasil dari keduanya bisa terwujud dan tercapai secara optimal.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menerangkan
Begitu pula doa, itu termasuk sebab yang kuat untuk menolak sesuatu yang tidak diharapkan dan untuk mendapatkan apa yang dicari, akan tetapi kadang hasil do'a tidak terasa, ini bisa karena lemahnya doa dalam dirinya, disebabkan doa tersebut tidak disukai oleh Allah ta'ala (karena mengandung permusuhan), bisa juga karena lemahnya hati dan tidak mendatangi Allah ta'ala serta tidak mendekat kepada-Nya saat berdo'a, ketika itu doa tersebut seperti busur yang sangat kendor sehingga anak panahnya terlempar dalam keadaan lemah.

Bisa jadi (efek do'a tidak terasa.pent) disebabkan adanya penghalang dikabulkannya do'a, seperti memakan sesuatu yang haram, adanya kedholiman, dosa yang bertumpuk, kekalahan hati dari dosa, hati yang dikuasai oleh kelalaian dan lupa sebagaimana dalam kitab Shahih al-Hakim dari hadits Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاه

Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian meyakini bahwa Allah akan mengabulkan, ketahuialah bahwa Allah tidak menerima do'a dari hati yang lalai. HR. Tirmidzi no.3479 dan Ahmad no.6655. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani. Al-Jawab al-Kafi liman Sa'ala 'an ad-Dawa' asy-Syafi 9

Terkait dzikir, setelah syaikh Utsaimin menafsirkan ayat 28 dari surat al-Kahfi (yang berbunyi):

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
Beliau menerangkan: Dan pada ayat ini terdapat isyarat pentingnya kehadiran hati (fokus) saat berdzikir kepada Allah ta'ala. Seseorang yang berdzikir dengan lisannya saja tanpa disertai hati akan dicabut keberkahan dari amalan-amalan dan waktunya hingga ia melampaui batas. Engkau mendapatinya diam berjam-jam tidak memperoleh apapun, akan tetapi seandainya ia bersama Allah niscaya ia akan memperoleh keberkahan pada semua amalan-amalannya. Tafsir al-Utsaimin:Al-Kahfi 62

Oleh karena itu tidaklah semua aktitas dihukumi sama bila dikaitkan dengan pelaksanaan dzikir secara umum (dan dzikir pagi-sore secara khusus). Apabila aktifitas itu tidak memerlukan fokus yang tinggi seperti menunggu di barisan antrian dan biasanya kita bisa menghayati dzikir dan do'a yang kita lakukan kala aktifitas itu maka tidak masalah kita berdzikir sambil melakukan aktifitas semacam itu.

Apabila aktifitas yang kita lakukan memerlukan perhatian dan fokus yang tinggi dari pikiran dan hati kita (seperti menyetir mobil) maka memaksakan diri untuk berdzikir atau berdo'a kala itu mengharuskan kita siap untuk menerima hasil yang tidak optimal sebagaimana yang diterangkan oleh dua Ulama' di atas.

Meski demikian tidaklah layak menjadikan kesibukan yang banyak sebagai alasan tidak mau berdzikir secara total (karena kesibukan menghalangi penghayatan dzikir dan do'a). Luangkanlah waktu walau beberapa menit untuk fokus saat melakukan dzikir pagi-sore dan dzikir-dzikir lainnya. Apabila memang benar-benar tidak punya waktu untuk itu (menurut penanya) maka berdzikirlah saat melakukan aktifitas yang masih bisa disisipi dengan dzikir.

Kami pribadi meyakini bahwa seandainya seseorang berusah membagi waktunya, insya Allah ia akan memiliki waktu beraktifitas dan memiliki waktu untuk berdzikir kepada Allah ta'ala secara khusus, sebagai bukti, seandainya kita menengok dan menelaah kembali kisah hidup Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam kita akan percaya bahwa kesibukan yang banyak tidaklah menghalangi kita untuk berdzikir, coba kita bayangkan bagaimana sibuknya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, Beliau mengatur urusan keagamaan, kemasyarakatan, kenegaraan dan lain-lain, meski demikian Beliau masih bisa beribadah (termasuk berdzikir) kepada Allah ta'ala dan fokus kala beribadah. Oleh karena itu cobalah penanya kembali mengatur waktunya dan berusaha memberi porsi waktu khusus untuk berdzikir dan melaksanakan ibadah lainnya. Semoga Allah ta'ala mudahkan kita untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya dan meningkatkan ibadah seiring berjalannya waktu.

***
Sumber: salamdakwah.com

Membunyikan Sholawat Sebelum Adzan



Ada sebuah kebiasaan di Indonesia yang sudah lama mengakar di masyarakat, yaitu kebiasaan membunyikan kaset sholawat atau tarhim di masjid-masjid sebelum tukang adzan mengumandangkan adzannya.
Di sebagian tempat lagi, ada yang langsung ber-sholawat dengan lisannya melalui loud speaker dengan suara keras. Suara mereka didengarkan oleh orang-orang yang berada di kampung dan tempat sekitar. Alasannya sih untuk mengingatkan dekatnya waktu sholat.

Tapi apakah hal ini dibenarkan dalam syariat dan memiliki dasar sehingga kita menyatakannya boleh atau sunnah?
Pertanyaan semisal ini telah dijawab oleh para ulama dalam Lembaga Pemberi Fatwa (Al-Lajnah Ad-Da’imah) di Timur Tengah, yang kala itu memberikan jawaban,
“Bersholawat dan bersalam kepada Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- sebelum adzan dan juga mengeraskannya usai adzan bersama (bersambung) dengan adzan termasuk bid’ah yang diada-ada dalam agama. Sungguh telah tsabit (nyata) dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَد

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia (hal yang diada-ada itu) adalah tertolak”. [HR. Al-Bukhoriy (no. 2697) dan Muslim (no. 1718) (17)]

Di dalam sebuah riwayat,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدّ

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tak ada padanya urusan (agama) kami, maka ia (amalan) itu tertolak”. [HR. Muslim (no. 1718) (18)]

Wabillahit taufiq wa shollallahu ala Nabiyyina Muhammadin wa aalihi wa shohbihi wa sallam”.
[Sumber Fatwa: Fataawa Al-Lajnah Ad-Da'imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Iftaa' (2/501/no. 9696)].

KERUSAKAN-KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN OLEH BID'AH



Banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh bid’ah, diantaranya adalah :

1. Bid’ah memberikan kesulitan kepada hamba, karena telah membebani manusia dengan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan Rosul-Nya.

2. Bid’ah menyebabkan manusia keluar dari ketaatan kepada Rasul. Karena Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ.
“Katakanlah, Jika kamu mencintai Allah ikutilah aku (Muhammad) niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS Ali Imran : 31).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,” Ayat yang mulia ini adalah sebagai hakim bagi orang mengaku mencintai Allah, sementara ia tidak di atas tata cara (ibadah) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ia dusta dalam klaimnya tersebut sampai mengikuti syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada seluruh perkataan, perbuatan dan keadaan beliau, sebagaimana telah ada dalam kitab Ash Shahih Nabi bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barang siapa yang beramal dengan suatu amal yang tidak diperintahkan oleh kami maka amal tersebut tertolak.” (HR Muslim).[1]

3. Bid’ah meniadakan kesempurnaan syahadat Muhammad Rasulullah.
Karena tujuan di utusnya Rosul adalah dalam rangka menjelaskan kepada manusia tentang ibadah yang diridlai oleh Allah, karena ibadah adalah hak Allah dan tentunya Allah ingin diibadahi sesuai dengan apa yang Dia cintai dan ridlai, bukan sesuai selera manusia. Dan yang Allah cintai dan ridlai adalah yang Allah wahyukan kepaa Rosul-nya.

4. Bid’ah adalah tikaman terhadap kesempurnaan islam.
Karena orang yang berbuat bid’ah konskwensinya adalah menyatakan dengan perbuatannya atau lisannya bahwa syari’at islam belum sempurna sehingga butuh penambahan, kalaulah ia meyakini islam telah sempurna di seluruh lininya tentu ia tidak akan berbuat bid’ah.[2]

5. Bid’ah adalah tikaman terhadap sifat amanah Rasulullah Sallallahu’alaihi wasallam.
Ibnul Majisyun berkata,” Aku mendengar imam Malik berkata,”Barang siapa yang berbuat bid’ah di dalam islam yang ia anggap baik, ia telah menganggap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhianati risalah, karena Allah berfirman,”Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu.” Maka yang pada hari itu tidak termasuk agama, pada hari inipun tidak termasuk agama.”[3]

6. Bid’ah melenyapkan sunah, karena berapa banyak sunnah yang hilang dan digantikan oleh bid’ah, seperti adzan awal subuh, salawat, dll.
Berkata Hassan bin ‘Athiyyah,” Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam agama mereka kecuali Allah akan mencabut sunnah yang semisal.” (HR Ad Darimi).[4]

7. Bid’ah penyebab utama terjadinya perpecahan umat. Karena pada zaman Rosulullah dan sahabatnya belum terjadi bid’ah tapi ketika muncul orang-orang yang mengikuti selain petunjuk mereka mulailah terjadi perpecahan.

8. Amalan pelaku bid’ah tertolak. (HR Muslim).
Allah menghalangi ahli bid’ah untuk bertaubat selama dia tidak meninggalkan bid’ahnya. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
إِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ.
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya.” (HR Thabrany dan disahihkan oleh syeikh Al Bani[5]).

9. Pelaku bid’ah akan menanggung dosa orang yang mengikutinya. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ.
“Barangsiapa mencontohkan suatu perbuatan baik di dalam islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkannya setelahnya dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa mencontohkan suatu perbuatan buruk di dalam islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR Muslim).[6]

10. Orang yang melindungi ahli bid’ah dilaknat oleh Allah. sebagaimana sabda Nabi :
لَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا
“Semoga Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-ada (kebid’ahan)”.(HR Muslim).

11. Pelaku bid’ah akan semakin jauh dari Allah.
Al Hasan Al Bashry rahimahullah berkata :”pelaku bid’ah tidaklah ia menambah ibadah (yang bid’ah) kecuali semakin jauh dari Allah “. (Ibnu Baththah, Al Ibanah)

12. Pelaku bid’ah memposisikan dirinya pada kedudukan yang menyerupai pembuat syari’at, karena yang berhak membuat syari’at hanyalah Allah saja. Firman-Nya :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوْا لَهُمْ مِّن الدِّيْنِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ.
“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diidzinkan oleh Allah.”

13. Bid’ah lebih buruk dari maksiat.
Syaikhul islam ibnu Taimiyah berkata,”Sesungguhnya ahli bid’ah lebih buruk dari ahli maksiat yang mengikuti syahwatnya berdasarkan sunnah dan ijma’ ulama… kemudian beliau menyebutkannya.[7]
14. Bid’ah lebih disukai iblis dari maksiat.
Ibnul Ja’ad meriwayatkan dalam musnadnya (no 1885) dari Sufyan Ats Tsauri berkata,”Bid’ah lebih disukai oleh iblis dari pada maksiat.” Karena jika engkau bertanya kepada pencuri misalnya,”Apakah engkau meyakini mencuri itu maksiat ? ia akan menjawab “ya”. Sedangkan ahli bid’ah menganggap baik perbuatannya sehingga sulit diharapkan taubatnya.
Dan lain-lain.

[1] Ibnu Katsir, Tafsir ibnu katsir 2/24 tahqiq Hani Al haaj.

[2] Ilmu ushul bida’ hal 20.

[3] Al I’tisham 1/49.

[4] Sunan Ad Darimi 1/58 no 98 tahqiq Fawwaz Ahmad dan sanadnya shahih.

[5] Dalam shahih targhib wa tarhib no 54.

[6] Muslim 2/705 no 1017.

[7] Majmu’ fatawa ibnu Taimiyah 10/9.

[Menafsirkan Al Qur'an Tanpa Ilmu]



Pertanyaan:

Bolehkah seseorang menafsirkan Al Qur’an tanpa ilmu dan tanpa merujuk pada keterangan para ulama? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Syaikh Muhammad Al Imam hafizhahullah menjawab:

Seseorang tidak boleh berbicara tentang hal yang tidak ia ketahui. Dan tidak boleh juga berbicara tentang ilmu agama padahal ia tidak memiliki ilmu. Ini merupakan kejahatan yang besar, dan berbahaya bagi orang yang melakukannya. Ini juga merupakan kejahatan terhadap kalam Allah, dan bahaya yang besar bagi orang yang melakukannya.

Maka, hendaknya orang yang suka bermudah-mudah ini bertaqwa kepada Allah, dan jauhi berbicara mengenai kalamullah padahal ia tidak memiliki ilmu yang mencukupi yang membuat ia bisa menafsirkan dengan benar. Karena perbuatan ini merupakan penyimpangan dan kejahatan terhadap Allah dan terhadap agama Allah dan juga terhadap Rasul-Nya. Dan ini juga merupakan keburukan yang besar, sebagaimana sudah saya katakan.

Maka takutlah kepada Allah dengan tidak melakukan hal seperti ini, yang menyebabkan sebagian orang yang mengikutinya melakukan kebid’ahan, berdalil dengan ayat ini dan ayat itu, ayat ini menyuruh perbuatan ini dan itu, padahal bukan demikian maksud ayat tersebut dan dia bukan orang yang ahli dalam menafsirkan ayat Qur’an.

Ada riwayat shahih dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, beliau melewati seorang lelaki yang sedang mengajarkan orang-orang Al Qur’an. Beliau berkata:

أتعرف الناسخ والمنسوخ ؟ قال : لا ، قال : هلكت وأهلكت

“Apakah engkau sudah paham nasikh dan mansukh? Lelaki tadi berkata: ‘Saya belum paham’. Ali berkata: ‘Sungguh engkau ini binasa dan membuat orang lain binasa’“

Sumber: http://kangaswad.wordpress.com/2012/12/01/menafsirkan-quran-tanpa-ilmu

***
Artikel ini spesial untuk seorang da'i dadakan (Mentallist jadi ustadz)

Satu dalil saja tidak bisa ditunjukkan kalau Abu Baker, Umar, Utsman dan Ali merayakan Kelahiran Nabi.



Imam Malik pernah berkata,

ولا يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها

"Umat saat ini tidak bisa menjadi baik melainkan dengan mengikuti baiknya generasi Islam yang pertama."

Lantas atas petunjuk siapa jika ada yang merayakan? Padahal sebaik-baik generasi adalah generasi sahabat.

Mau Lakukan Ibadah Harus Butuh Dalil

Ulama Syafi’i memiliki kaedah,

اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف

“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil)”

Perkataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43). Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan. Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan. Di tempat lain, Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّقْرِير فِي الْعِبَادَة إِنَّمَا يُؤْخَذ عَنْ تَوْقِيف

“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80).

Ibnu Daqiq Al ‘Ied, salah seorang ulama besar Syafi’i juga berkata,

لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ

“Umumnya ibadah adalah ta’abbud (beribadah pada Allah). Dan patokannya adalah dengan melihat dalil”. Kaedah ini beliau sebutkan dalam kitab Ihkamul Ahkam Syarh ‘Umdatil Ahkam.

via ustadz Abduh Tuasikal

BID'AH PERAYAAN MAULID DIBUBARKAN OLEH ULAMA BESAR DAN PENDIRI NU, KH HASYIM ASY'ARI (KAKEKNYA GUSDUR)



Dalam kitabnya Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat, yim asy'ari mengisahkan pengalamannya.

Tepatnya pada Senin 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi. Mereka berkumpul membaca Al-Qur’an, dan sirah Nabi.

Pada perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak sesuai syari’at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian, tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat.

Kenyataan ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual tersebut tanpa ragu ragu.
--------
Sumber: Hasyim Asy’ari, Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat,(Jombang: Maktabah al-Turast al-Islamiy,tanpa tahun), hal. 9. dari https://www.facebook.com/pages/Sifat-Sholat-Nabi/89648006393?ref=stream

Pada suatu saat di sebuah desa

, seorang ibu menunggu kedatangan putrinya yang bekerja. Ibu itu adalah seorang wanita yang telah kehilangan suaminya yang meninggal karena sakit bertahun-tahun lalu. Pendapatan keluarga hanya didapat dari anak perempuannya yang bekerja di kota dan pulang setiap akhir pekan. Sekalipun putrinya bekerja, kehidupan ekonomi mereka tak kunjung membaik.
Saat malam akan menjelang, putrinya tiba di rumah dengan wajah yang sangat gusar. Melihat wajah yang tidak biasa itu, sang ibu menanyakan kepada putrinya.

"Anakku, ada apa? Mengapa wajahmu tampak sedih dan gusar?"

Sang anak menghela nafas panjang lalu berkata, "Ibu, aku lelah sekali. Aku tidak habis pikir mengapa hidupku sangat malang. Aku selalu bekerja keras, selalu menunjukkan apa yang aku bisa, aku bahkan selalu mengorbankan banyak hal untuk pekerjaanku. Tetapi tidak ada yang memuji pekerjaanku, mereka bahkan rering mengejek dan mengatakan aku tidak akan bisa mencapai hasil terbaik dalam pekerjaanku." Dua tetes air mata mengalir di pipi sang anak.

Sang ibu mengusap rambut sang anak dengan lembut, "Anakku, jangan pernah mengharap orang lain untuk selalu memuji apa yang sedang engkau kerjakan."

"Maksud ibu?" tanya sang anak tak mengerti.

"Coba kamu lihat bunga sepatu yang tumbuh di halaman rumah kita. Dulu, saat kamu masih kecil, tidak ada yang menanam pohon bunga sepatu disana, dia tiba-tiba tumbuh dan semua orang membiarkannya tumbuh tanpa memberi pupuk atau menyiram." ujar si ibu.

Sang anak hanya mendengarkan.

"Tidak ada yang peduli pada bunga sepatu itu, hingga pada saat dia berbunga, semua orang akan mengagumi betapa indah kelopak-kelopaknya. Bahkan tidak sedikit yang berebut memetiknya." lanjut si ibu sambil tersenyum, "Anakku, orang lain mungkin tidak peduli dengan apa yang kamu kerjakan sekarang, tetapi jangan menyerah dan selalu berikan yang terbaik, seperti yang dilakukan bunga sepatu. Dia selalu bersabar dan memberikan yang terbaik meskipun orang-orang tidak peduli padanya."

Sang anak langsung memeluk ibunya sambil menangis karena telah merasa keliru dan menyesal telah menangisi kesabaran dan kerja keras yang sudah dia lakukan. "Aku berjanji akan memberikan yang terbaik." ujarnya.

***

Sahabat CERIA, sekalipun banyak hal yang menjadi penghalang dalam pencapaian usaha kita, kita tidak boleh menyerah begitu saja. Selalu berikan yang terbaik, maka suatu saat, akan banyak orang yang melihat betapa indah hasil kerja keras kita, seperti kelopak bunga sepatu yang cantik. Kelopak yang mekar sekalipun tidak ada yang peduli dengannya.

Salam MOTIVASI CERIA..!


ceritaharian/facebook

36 KEINDAHAN MANHAJ SALAF



1. Janji Allah bagi para pengikut setia Salafus Shalih

Allah ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama -berjasa kepada Islam- dari kalangan Muhajirin dan Anshar, beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah : 100)

2. Meyakini bahwa petunjuk merupakan karunia dari Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ هُوَ ابْنُ حَازِمٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ يَنْقُلُ مَعَنَا التُّرَابَ وَهُوَ يَقُولُ
وَاللَّهِ لَوْلَا اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا صُمْنَا وَلَا صَلَّيْنَا
فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا
وَالْمُشْرِكُونَ قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا

Abu an-Nu’man menuturkan kepada kami. Dia berkata; Jarir yaitu Ibnu Hazim mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq dari al-Barra’ bin Azib -radhiyallahu’anhu, dia berkata; Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat perang Khandaq mengangkut tanah bersama kami sambil mengatakan,
Demi Allah, kalau bukan karena Allah maka kami tidak akan mendapat petunjuk
Kami tidak berpuasa, tidak juga sholat
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami
Kokohkan pijakan kaki tatkala musuh menyerang kami
Orang-orang musyrik sungguh telah mengkhianati kami
Jika mereka menginginkan fitnah, tentu kami enggan untuk menuruti
(HR. Bukhari dalam Kitab al-Qadar, bab Wa maa kunnaa linahtadiya aula an hadaanallah)

3. Menjunjung tinggi ilmu

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

Sa’id bin Ufair menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ibnu Wahb menuturkan kepada kami dari Yunus dari Ibnu Syihab, dia berkata; Humaid bin Abdurrahman mengatakan; Aku mendengar ketika Mu’awiyah berceramah dia mengatakan; Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka akan dipahamkan dalam hal agama. Sesungguhnya aku hanyalah orang yang membagi-bagi sedangkan Allah lah Yang Maha pemberi. Umat ini akan senantiasa tegak di atas ketetapan Allah, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang ketetapan Allah.” (HR. Bukhari di dalam Kitab al-’Ilm, bab Man yuridillahu bihi khairan yufaqqihhu fid dien).

4. Tidak menyembunyikan ilmu kecuali ada maslahat yang lebih kuat

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا ثُمَّ يَتْلُو { إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى إِلَى قَوْلِهِ الرَّحِيمُ } إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الْعَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِبَعِ بَطْنِهِ وَيَحْضُرُ مَا لَا يَحْضُرُونَ وَيَحْفَظُ مَا لَا يَحْفَظُونَ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Ibnu Syihab dari al-A’raj dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata, “Sesungguhnya orang-orang mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali meriwayatkan hadits. Kalau bukan karena dua buah ayat di dalam Kitabullah maka niscaya aku tidak akan menyampaikan satu hadits pun.” Lalu beliau membaca ayat (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk… sampai firman-Nya; Yang Maha penyayang.” “Sesungguhnya saudara-saudara kami dari kaum Muhajirin sibuk dengan berdagang di pasar-pasar dan saudara-saudara kami dari kaum Anshar sibuk dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta-harta mereka, sedangkan Abu Hurairah selalu menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perut yang merasa kenyang, dia hadir ketika mereka tidak hadir, dan dia hafal ketika mereka tidak menghafalnya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Hifzhul ilmi)

5. Memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ ذُكِرَ لِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ أَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لَا إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا

Musaddad menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mu’tamir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar bapakku berkata; Aku mendengar Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- mengatakan; disebutkan kepadaku bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa allam berkata kepada Mu’adz bin Jabal, “Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun maka dia pasti akan masuk ke dalam surga.” Maka Mu’adz berkata, “Apakah tidak sebaiknya kabar gembira ini kusebarkan kepada orang-orang?”. Maka Nabi menjawab, “Jangan, aku khawatir nanti mereka akan menggantungkan angan-angan dan meninggalkan amal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Man khassha bil ‘ilmi qauman duna qaumin karahiyata anlaa yafhamuu).

6. Bersemangat untuk mempelajari hadits

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Sulaiman menuturkan kepadaku dari Amr bin Abi Amr dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa dia mengatakan; suatu ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa’atmu pada hari kiamat kelak?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku telah mengira wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang akan menanyakan mengenai hadits ini seorang pun yang lebih dahulu daripada engkau, sebab aku melihat besarnya semangatmu untuk mempelajari hadits. Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat kelak adalah orang yang mengatakan la ilaha illallah ikhlas dari dalam hati atau jiwanya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab al-Hirsh ‘alal hadits).

7. Berhati-hati dalam meriwayatkan hadits Nabi

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي مَنْصُورٌ قَالَ سَمِعْتُ رِبْعِيَّ بْنَ حِرَاشٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجْ النَّارَ

Ali bin al-Ja’d menuturkan kepada kami. Dia berkata; Syu’bah mengabarkan kepada kami. Dia berkata; Manshur mengabarkan kepadaku, dia berkata Aku mendengar Rib’i bin Hirasy mengatakan; Aku mendengar Ali -radhiyallahu’anhu- mengatakan; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berdusta atas namaku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku hendaklah dia masuk ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Itsmu man kadzdzaba ‘alan Nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

8. Berpegang teguh dengan hadits tatkala berkecamuknya fitnah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ فَارِسًا مَلَّكُوا ابْنَةَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

Utsman bin al-Haitsam menuturkan kepada kami. Dia berkata; Auf menuturkan kepada kami dari al-Hasan dari Abu Bakrah -radhiyallahu’anhu-, dia mengatakan; Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat di saat-saat terjadinya perang Jamal, yaitu ucapan yang terlontar ketika sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berita bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai raja mereka, maka beliau bersabda, “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka di bawah pimpinan perempuan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Fitan, bab al-Fitnatu alati tamuju kamaujil bahri)

9. Menerima hadits ahad dalam hal hukum maupun aqidah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ

Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar -radhiyallahu’anhuma- dia berkata; Ketika orang-orang berada di Quba’ sedang melakukan sholat Subuh tiba-tiba ada seorang lelaki yang datang dan mengatakan, “Sesungguhnya telah turun ayat al-Qur’an kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semalam dan beliau diperintahkan untuk sholat menghadap ke Ka’bah, maka menghadaplah kalian ke arah sana.” Ketika itu wajah mereka menghadap ke Syam -Baitul Maqdis- maka kemudian mereka pun berputar menuju arah Ka’bah (HR. Bukhari dalam Kitab Akhbar al-Ahad, bab Maa jaa’a fi ijaazati khabaril wahid)

10. Memprioritaskan dakwah tauhid

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَقَ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رُبَّمَا قَالَ وَكِيعٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ مُعَاذًا قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Abu Bakr bin Abi Syaibah, Abu Kuraib, dan Ishaq bin Ibrahim menuturkan kepada kami, semuanya dari Waki’. Abu Bakar mengatakan; Waki’ menuturkan kepada kami dari Zakariya bin Ishaq, dia berkata Yahya bin Abdullah bin Shaifi menuturkan kepadaku dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas dari Mu’adz bin Jabal. Abu Bakar -perawi hadits- terkadang mengatakan; Waki’ mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa Mu’adz berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu akan menemui suatu kaum dari kalangan ahli kitab, maka ajaklah mereka kepada syahadat la ilaha illallah dan untuk mempersaksikan bahwa aku adalah utusan Allah. Kemudian apabila mereka telah mematuhinya maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka lima kali sholat wajib dalam setiap sehari semalam. Kemudian apabila mereka pun sudah mematuhinya maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah juga mewajibkan kepada mereka sedekah/zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Kemudian apabila mereka mematuhinya, maka hati-hatilah kamu agar tidak mengambil harta-harta mereka yang paling berharga, dan jagalah dirimu dari doanya orang yang terzalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).

11. Menjauhi syirik dan kezaliman

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالُوا أَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ { يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }

Abu Bakar bin Abi Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah bin Idris, Abu Mu’awiyah dan Waki’ menuturkan kepada kami dari al-A’masy dari Ibrahim dari Alqomah dari Abdullah, dia berkata; Ketika turun ayat (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman.” Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengadu, “Siapakah di antara kami ini yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maksudnya bukanlah seperti yang kalian kira. Sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat itu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik kepada Allah, sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

12. Meyakini kafirnya Yahudi dan Nasrani

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Yunus bin Abdul A’la menuturkan kepadaku. Dia berkata; Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami. Dia berkata; Amr mengabarkan kepadaku bahwa Abu Yunus menuturkan kepadanya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku dari umat ini baik dari kalangan Yahudi ataupun Nasrani kemudian dia mati dalam keadaan belum beriman dengan ajaran yang kubawa kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

13. Tidak mengikuti kesesatan ala Yahudi dan Nasrani

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ الصَّنْعَانِيُّ مِنْ الْيَمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Muhammad bin Abdul Aziz menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Umar as-Shon’ani dari Yaman menuturkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari Atho’ bin Yasar dari Abu Sa’id al-Khudri -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sungguh kalian juga akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai kalau mereka masuk ke dalam lubang Dhobb -sejenis biawak- niscaya ada pula di antara kalian yang akan mengikuti mereka.” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau menjawab, “Kalau bukan, siapa lagi?”. (HR. Bukhari dalam Kitab al-I’tishom bil Kitab wa Sunnah, bab qaulin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam latatba’unna sanana man kaana qoblakum)

14. Lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Yahya bin Abi Umar, dan Muhammad bin Basyar mereka semua menuturkan kepada kami dari ats-Tsaqafi. Dia berkata; Ibnu Abi Umar mengatakan; Abdul Wahhab menuturkan kepada kami dari Ayub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa yang memiliki ketiganya maka dia akan merasakan manisnya iman. Orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya. Dan dia tidak mencintai orang lain melainkan ikhlas karena Allah semata. Dan dia juga membenci kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana orang yang merasa benci apabila hendak dilemparkan ke dalam kobaran api.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

15. Mencintai para sahabat Nabi

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَةُ الْمُنَافِقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ الْمُؤْمِنِ حُبُّ الْأَنْصَارِ

Muhammad bin al-Mutsanna menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdurrahman bin Mahdi menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Abdullah bin Abdullah bin Jabr, dia berkata; Aku mendengar Anas -radhiyallahu’anhu- berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik adalah membenci kaum Anshar, dan tanda orang beriman adalah mencintai kaum Anshar.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

16. Teguh di atas Sunnah meskipun harus menyelisihi orang banyak

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ مَرْوَانَ الْفَزَارِيِّ قَالَ ابْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ عَنْ يَزِيدَ يَعْنِي ابْنَ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

Muhammad bin ‘Abbad dan Ibnu Abi Umar menuturkan kepada kami, semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad mengatakan; Marwan menuturkan kepada kami, dari Yazid yaitu Ibnu Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana datangnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

17. Memurnikan niat dalam beramal agar selalu ikhlas karena Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Abdullah bin Maslamah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim dari Alqomah bin Waqqash dari Umar -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menaati Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau perempuan yang ingin dinikahinya maka hijrahnya hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Maa jaa’a innal a’mal bin niyah wal hisbah wa likullimri’in maa nawa)

18. Tidak mengungkit-ungkit pemberian

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُدْرِكٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah, Muhammad bin al-Mutsanna, dan Ibnu Basyar menuturkan kepada kami. Mereka berkata; Muhammad bin Ja’far menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Ali bin Mudik dari Abu Zur’ah dari Kharasyah bin al-Hurr dari Abu Dzar -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tiga kelompok manusia yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan diperhatikan dan tidak akan disucikan, serta mereka berhak menerima siksa yang sangat pedih.” Abu Dzar berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan itu sebanyak tiga kali. Lalu Abu Dzar mengatakan, “Sungguh rugi dan binasa mereka itu, siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Orang yang menjulurkan pakaiannya/musbil, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).

19. Khawatir amalnya tidak diterima

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

قَالَ إِبْرَاهِيمُ التَّيْمِيُّ مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا وَقَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَيُذْكَرُ عَنْ الْحَسَنِ مَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ

Ibrahim at-Taimi mengatakan, “Tidaklah aku membandingkan antara ucapanku dengan amal yang telah aku lakukan melainkan aku merasa khawatir apabila ternyata aku adalah seorang yang mendustakan -amalnya menyelisihi ucapannya-.” Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh orang Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan mereka semua merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan bahwa dia memiliki iman sebagaimana yang dimiliki oleh Jibril dan Mika’il.” Dan diriwayatkan pula dari al-Hasan bahwa beliau mengatakan, “Tidaklah merasa takut akan hal itu kecuali seorang mukmin, dan tidaklah merasa aman dari tertimpa hal itu kecuali orang munafik.” (HR. Bukhari secara mu’allaq di dalam Kitab al-Iman, bab Khauful mu’min anyahbitha ‘amaluhu wahuwa laa yasy’ur)

20. Tidak meremehkan dosa dan pelanggaran

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنْ الشَّعَرِ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمُوبِقَاتِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ يَعْنِي بِذَلِكَ الْمُهْلِكَاتِ

Abul Walid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mahdi menuturkan kepada kami dari Ghailan dari Anas radhiyallahu’anhu, dia mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang di dalam pandangan kalian hal itu lebih ringan daripada rambut namun dalam pandangan kami dulu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal itu termasuk perkara yang mencelakakan.” Abu Abdillah -yaitu Imam Bukhari- mengatakan, “Yang dimaksud perkara yang mencelakakan adalah yang membinasakan.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Maa yuttaqa min muhaqqiratidz dzunub)

21. Berusaha melakukan yang terbaik tapi tidak berlebih-lebihan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ

Abdussalam bin Muthahhir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Umar bin Ali menuturkan kepada kami dari Ma’n bin Muhammad al-Ghifari dari Sa’id bin Abu Sa’id al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya ajaran agama ini mudah. Tidaklah ada seorang pun yang berlebih-lebihan -mempersulit diri- dalam melakukan ajaran agama ini kecuali dia pasti kalah. Beramallah sesempurna mungkin, -kalau tidak sanggup maka- upayakan agar mendekati ideal. Berikan kabar gembira, dan mintalah pertolongan -kepada Allah- dengan berangkat -untuk beramal- di awal dan di akhir siang, dan manfaatkanlah sedikit waktu di akhir malam.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab ad-Diin yusrun)

22. Kontinyu dalam beramal

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ أَحَبُّ الْعَمَلِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَدُومُ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

Qutaibah menuturkan kepada kami dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah -radhiyallahu’anha- dia berkata, “Amal -kebaikan- yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dilakukan secara terus menerus oleh pelakunya.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab al-Qashdu wal mudawamah’alal ‘amal)

23. Memiliki pandangan jauh ke depan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Neraka itu diliputi dengan hal-hal yang menyenangkan, sedangkan surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Hujibatin naar bisy syahawat)

24. Bersemangat dalam meraih keutamaan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Ahmad bin Yunus dan Musa bin Isma’il menuturkan kepada kami. Mereka berdua berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ibnu Syihab menuturkan kepada kami dari Sa’id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai amal apakah yang lebih utama, maka beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu ditanyakan lagi, “Kemudian apa?”. Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” Lalu ditanyakan, “Kemudian apa?”. Maka beliau menjawab, “Haji mabrur.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Man qola innal iman huwal ‘amal)

25. Bertawakal kepada Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ حُصَيْنَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ كُنْتُ قَاعِدًا عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Ishaq menuturkan kepadaku. Dia berkata; Rauh bin Ubadah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Syu’bah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar Hushain bin Abdurrahman mengatakan; Dahulu saya duduk di sisi Sa’id bin Jubair, maka dia mengatakan dari Ibnu Abbas -radhiyallahu’anhuma- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk ke dalam surga di antara umatku tujuh puluh ribu orang tanpa hisab, mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak beranggapan sial (tathayyur), dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab W aman yatawakkal ‘alallah fahuwa hasbuh)

26. Tidak rela menjual agama demi mendapatkan kesenangan dunia

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Yahya bin Ayub, Qutaibah, dan Ibnu Hujr menuturkan kepadaku, semuanya dari Isma’il bin Ja’far, Yahya bin Ayyub berkata; Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-’Alla’ mengabarkan kepadaku dari bapaknya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amalan sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita; ketika itu seorang di waktu pagi masih beriman namun di sore harinya menjadi kafir, atau di waktu sore dia masih beriman kemudian di pagi harinya dia menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan sekeping kesenangan dunia.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).

27. Tetap taat kepada penguasa muslim selama tidak untuk bermaksiat

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Qutaibah bin Sa’id menuturkan kepada kami. Dia berkata; Laits menuturkan kepada kami dari Ubaidillah dari Nafi’ dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan patuh -kepada penguasa- dalam perkara yang dia senangi atau yang dibencinya, kecuali apabila dia diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila dia diperintahkan untuk bermaksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah)

28. Tidak berambisi kepada jabatan

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ أُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Syaiban bin Farrukh menuturkan kepada kami. Dia berkata; Jari bin Hazim menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-Hasan menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdurrahman bin Samurah -radhiyallahu’anhu- menuturkan kepada kami, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan kepemimpinan. Sesungguhnya apabila kamu diberikan jabatan itu karena memintanya maka kamu tidak akan dibantu menunaikannya, namun apabila kamu diberikan hal itu tanpa sengaja memintanya maka kamu akan dibantu menunaikannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah).

29. Menjauhi dosa-dosa besar

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ وَقَالَ عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قَالَ قُلْتُ لَهُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ

Utsman bin Abi Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim menuturkan kepada kami, Ishaq berkata; Jarir mengabarkan kepada kami, sedangkan Utsman mengatakan; Jari menuturkan kepada kami dari Manshur dari Abu Wa’il dari Amr bin Syurahbil dari Abdullah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia lah yang menciptakanmu.” Abdullah mengatakan, “Aku berkata kepada beliau, ‘Sesungguhnya itu adalah dosa yang sangat besar.’.” Abdullah berkata, “Aku berkata; kemudian apa?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu membunuh anakmu karena takut dia ikut makan bersamamu.” Abdullah berkata, “Lalu apa lagi?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu berzina dengan isteri tetanggamu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

30. Senang apabila saudaranya mendapatkan kebaikan, tidak dengki kepadanya

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Musaddad menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yahya menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan pula dari Husain al-Mu’allim, dia berkata; Qatadah menuturkan kepada kami dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya -kebaikan- yang dicintainya untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Minal iman anyuhibba liakhihi maa yuhibbu linafsihi)

31. Menghargai orang lain dan tunduk kepada kebenaran

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبَانَ بْ
31. Menghargai orang lain dan tunduk kepada kebenaran

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبَانَ بْنِ تَغْلِبَ عَنْ فُضَيْلٍ الْفُقَيْمِيِّ عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Muhammad bin al-Mutsanna, Muhammad bin Basyar, dan Ibrahim bin Dinar menuturkan kepada kami, semuanya dari Yahya bin Hammad, Ibn al-Mutsanna mengatakan; Yahya bin Hammad menuturkan kepadaku. Dia berkata; Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Aban bin Taghlib dari Fudhail al-Fuqaimi dari Ibrahim an-Nakha’i dari Alqomah dari Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil anak semut.” Maka ada seorang yang berkata, “Sesungguhnya seseorang menyukai apabila dia mempunyai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus, lalu bagaimana?”. Maka beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu Maha indah dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).

32. Berkata-kata baik atau diam

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepadaku. Dia berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan kepada kami dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Hifzhul lisan)

33. Tidak menyakiti saudaranya tanpa hak

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Sa’id bin Yahya bin Sa’id al-Qurasyi menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ayahku menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah menuturkan dari Abu Burdah dari Abu Musa radhiyallahu’anhu, dia berkata; Mereka -para sahabat- berkata, “Wahai Rasulullah, Islam yang manakah yang lebih utama?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu keislaman orang yang dapat membuat orang Islam lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Ayyul Islam afdhal)
15 menit yang lalu · Suka
Siti Aisyah 34. Tidak mengadu domba saudaranya

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

و حَدَّثَنِي شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ وَهُوَ ابْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا وَاصِلٌ الْأَحْدَبُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلًا يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Syaiban bin Farrukh dan Abdullah bin Asma’ ad-Dhuba’i menuturkan kepadaku, mereka berdua berkata Mahdi yaitu Ibnu Maimun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Washil al-Ahdab menuturkan kepada kami dari Abu Wa’il dari Hudzaifah bahwa telah sampai kepadanya ada seorang lelaki yang suka mengadu domba ucapan, maka Hudzaifah -radhiyallahu’anhu- pun mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

35. Tidak mengganggu tetangga

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Yahya bin Ayub, Qutaibah bin Sa’id, dan Ali bin Hujr mereka semua menuturkan kepada kami dari Isma’il bin Ja’far, Ibnu Ayyub berkata; Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-’Alla’ mengabarkan kepada saya dari bapaknya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak bisa merasa aman dari gangguan-gangguannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)

36. Menjauhi perkara syubhat

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Abu Nu’aim menuturkan kepada kami. Dia berkata; Zakariya menuturkan kepada kami dari Amir, dia berkata; Aku mendengar an-Nu’man bin Basyir -radhiyallahu’anhuma- mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu jelas, sedangkan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar dan banyak orang yang tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara-perkara yang samar tersebut maka dia telah menjaga kebersihan agama dan harga dirinya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang samar tersebut maka ia sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan hampir-hampir saja dia menerjangnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja pasti memiliki daerah larangan. Ketahuilah, sesungguhnya daerah larangan Allah adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia sehat maka sehatlah seluruh tubuh. Dan apabila ia sakit maka sakitlah seluruh tubuh, ketahuilah sesungguhnya segumpal daging itu adalah jantung.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Fadhlu man istabra’a li diinih)
_______________
Sumber: http://abumushlih.com/keindahan-manhaj-salafus-shalih.html/

Ketika Sunnah Dianggap Anneh



Mungkin pernah diantara saudara kita yang patuh thd sunnah mempunyai pengalaman / percakapan seperti ini :

A : Mas nya ini aliran apa sih mas kok pakai celana cingkrang gitu...?? Jenggot dibiarin panjang lagi...

B : Saya Islam tanpa embel-embel Mas... smile

A : Iya saya tau Islam. Tapi Islam apa...??

B : Ya Islam saja mas... smile

A : Maksud saya Islam yang seperti apa..? Aliran apa...??

B : (-_-) Nggak ada alirannya mas...

A : Bukan..., kan celana mas cingkrang jenggot panjang, nggak kayak kebanyakan orang... Itu Islam aliran apa gitu loh mas...??

B : ( -_-) Saya tanya balik ya mas... Mas nya Islam juga kan...??

A : Iya saya islam.

B : Mas nya aliran apa kok celananya panjang banget sampek nyapu lantai gitu...?? Jenggot habis sampai klimis gitu...??

A : "......???

-

Hhmm... Banyak yang ngaku islam... Tapi kok merasa anneh dengan sunnah ya...??

(-_-)

SERBA SALAH JADI ORANG AWAM (Njaluke kepiye?)



01. "Masak memberikan ucapan selamat Natal ke teman saya aja gak boleh, padahal aku gak ikut2an merayakannya kok, jadi yang boleh apa ???"

02. "Ya udah, kalo gak boleh mengucapkan selamat Natal, mendingan merayakan Tahun baru aja dech.."

03. "Haaah ??!! Merayakan tahun baru juga gak bolehh ???? Katanya itu hari rayanya orang nasrani ?? Jadi yang boleh apa donk ??? Ya udah, kalo gak boleh juga, aku gak akan merayakannya. Aku cuman niup terompet aja di malam tahun baru.."

04. "Nah lhooo ??! Niup terompet juga gak boleh ?? Katanya itu tasyabbuh (mengikuti) orang yahudi.. Hhmm... Ini salah, itu salah, ya udah, aku merayakan tahun baru islam saja yaitu tahun baru hijriyah, gak salah lagi dah, hehe.."

05. "Busyet daaaah !!? Merayakan tahun baru islam juga gak boleh ????? Katanya itu mengada-ada dan tidak pernah dilakukan Nabi sama Sahabat2nya. Koq jadi serba salah semuanya ??!! Jadi yang benar apa donk ???? Ok, kalo merayakan tahun baru islam gak boleh, aku akan merayakan hari rayanya umat islam aja, yaitu hari raya idul fithri, kebangetan kalo gak boleh juga !! Aku akan takbiran konvoi keliling kota sambil pukul beduk di hari raya itu !!!"

06. "Jreeeennggggg ?????? Gak boleh juga ???? Koq semuanya serba gak boleh ??? Ini gak boleh, itu gak boleh, mana yang benar ??? Koq susah amat mau beramal aja. Entar aku gak mau beramal sama sekali lho !!!!"

(Maaf saudara2, nomornya diloncatin ya, hehe..)

99. "Alhamdulillah.. Setelah aku banyak menuntut ilmu, akhirnya aku tahu sekarang mana yang benar dan mana yang salah.. Inilah hidayah dari Allaah, sehingga aku bisa merasakan manisnya iman.. Aku sekarang tahu kenapa dulu aku gak boleh beramal ini dan itu.. Aku sekarang tahu kenapa gak boleh konvoi dan takbiran keliling kota, kita cukup merayakannya dengan sederhana saja sesuai syari'at. Masyaa Allaah, ternyata Islam itu sederhana kok, tinggal nurut dan ikut aja sama tuntunan shahiih. Inilah hikmahnya jika kita banyak menuntut ilmu yang syar’i dan sesuai sunnah.. Padahal agama ini sangat mudah jika kita mengetahuinya."

Allaah subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar:9).

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan padanya, maka dia akan dipahamkan/difaqihkan dalam (urusan) agama.” (HR. Bukhari )

Hanya pada Allaah kita memohon petunjuk..

[Taken from : Abu Fahd]

PERBEDAAN SALAFI DENGAN WAHABI

 (Buat yang gak bisa bedakan mana wahabi dan mana manhaj salaf)

Pendiri Wahabi adalah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum wafat 211 H. Bukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab wafat 1206 H

Sebenarnya, Al-Wahabiyah merupakan firqah sempalan Ibadhiyah khawarij yang timbul pada abad ke 2 (dua) Hijriyah (jauh sebelum masa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab), yaitu sebutan Wahabi nisbat kepada tokoh sentralnya Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum yang wafat tahun 211 H. Wahabi merupakan kelompok yang sangat ekstrim kepada ahli sunnah, sangat membenci syiah dan sangat jauh dari Islam.

Untuk menciptakan permusuhan di tengah Umat Islam, kaum Imperialisme dan kaum munafikun memancing di air keruh dengan menyematkan baju lama (Wahabi) dengan berbagai atribut penyimpangan dan kesesatannya untuk menghantam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau setiap dakwah mana saja yang mengajak untuk memurnikan Islam. Karena dakwah beliau sanggup merontokkan kebatilan, menghancurkan angan-angan kaum durjana dan melumatkan tahta agen-agen asing, maka dakwah beliau dianggap sebagai penghalang yang mengancam eksistensi mereka di negeri-negeri Islam.

Contohnya: Inggris mengulirkan isue wahabi di India, Prancis menggulirkan isu wahabi di Afrika Utara, bahkan Mesir menuduh semua kelompok yang menegakkan dakwah tauhid dengan sebutan Wahabi, Italia juga mengipaskan tuduhan wahabi di Libia, dan Belanda di Indonesia, bahkan menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Padri sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Semua itu, mereka lakukan karena mereka sangat ketakutan terhadap pengaruh murid-murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengobarkan jihad melawan Imperialisme di masing-masing negeri Islam.

Tuduhan buruk yang mereka lancarkan kepada dakwah beliau hanya didasari tiga faktor:

1. Tuduhan itu berasal dari para tokoh agama yang memutarbalikkan kebenaran, yang hak dikatakan bathil dan sebaliknya, keyakinan mereka bahwa mendirikan bangunan dan masjid di atas kuburan, berdoa dan meminta bantuan kepada mayit dan semisalnya termasuk bagian dari ajaran Islam. Dan barangsiapa yang mengingkarinya dianggap membenci orang-orang shalih dan para wali.

2. Mereka berasal dari kalangan ilmuwan namun tidak mengetahui secara benar tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan dakwahnya, bahkan mereka hanya mendengar tentang beliau dari pihak yang sentimen dan tidak senang Islam kembali jaya, sehingga mereka mencela beliau dan dakwahnya sehingga memberinya sebutan Wahabi.

3. Ada sebagian dari mereka takut kehilangan posisi dan popularitas karena dakwah tauhid masuk wilayah mereka, yang akhirnya menumbangkan proyek raksasa yang mereka bangun siang malam.

Dan barangsiapa ingin mengetahui secara utuh tentang pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad (Abdul Wahab) maka hendaklah membaca kitab-kitab beliau seperti Kitab Tauhid, Kasyfu as-Syubhat, Usul ats-Tsalatsah dan Rasail beliau yang sudah banyak beredar baik berbahasa arab atau Indonesia.

Penulis: Ustadz Zainal Abidin, Lc. Dan Artikel ini sebelumnya dipublikasikan oleh Koran Republika, edisi Selasa, 25 Agustus 2009.Dipublikasi ulang oleh muslim.or.id dengan penambahan beberapa catatan kecil.

http://muslim.or.id/manhaj/wahabisme-versus-terorisme.html

FATWA AL-LAKHMI DITUJUKAN KEPADA WAHABI (ABDUL WAHHAB BIN ABDURRAHMAN BIN RUSTUM) SANG TOKOH KHAWARIJ BUKAN KEPADA SYAIKH MUHAMMAD ABDUL WAHAB

Mengenai fatwa Al-Imam Al-Lakhmi yang dia mengatakan bahwa Al-Wahhabiyyah adalah salah satu dari kelompok sesat Khawarij. Maka yg dia maksudkan adalah Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum dan kelompoknya bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Hal ini karena tahun wafat Al-Lakhmi adalah 478 H sedangkan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat pada tahun 1206 H /Juni atau Juli 1792 M. Amatlah janggal bila ada orang yg telah wafat namun berfatwa tentang seseorang yg hidup berabad-abad setelahnya. Adapun Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum maka dia meninggal pada tahun 211 H. Sehingga amatlah tepat bila fatwa Al-Lakhmi tertuju kepadanya. Berikut Al-Lakhmi merupakan mufti Andalusia dan Afrika Utara dan fitnah Wahhabiyyah Rustumiyyah ini terjadi di Afrika Utara. Sementara di masa Al-Lakhmi hubungan antara Najd dgn Andalusia dan Afrika Utara amatlah jauh. Sehingga bukti sejarah ini semakin menguatkan bahwa Wahhabiyyah Khawarij yg diperingatkan Al-Lakhmi adl Wahhabiyyah Rustumiyyah bukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. [Lihat kitab Al-Mu’rib Fi Fatawa Ahlil Maghrib, karya Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi, juz 11.]

Penulis: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc. Syariah Manhaji 24 – Maret – 2006 20:20:30

Perbedaan Da’wah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum Dan Da’wah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab

1.Da’wah Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum (Khawarij)

Khawarij adalah salah satu kelompok dari kaum muslimin yang mengkafirkan pelaku maksiat (dosa besar), membangkang dan memberontak terhadap pemerintah Islam, dan keluar dari jama’ah kaum muslimin.

Termasuk dalam kategori Khawarij, adalah Khawarij generasi awal (Muhakkimah Haruriyah) dan sempalan-sempalannya, seperti al-Azariqah, ash-Shafariyyah, dan an-Najdat –ketiganya sudah lenyap– dan al-Ibadhiyah –masih ada hingga sekarang–. Termasuk pula dalam kategori Khawarij, adalah siapa saja yang dasar-dasar jalan hidupnya seperti mereka, seperti Jama’ah Takfir dan Hijrah. Atas dasar ini, maka bisa saja Khawarij muncul di sepanjang masa, bahkan betul-betul akan muncul pada akhir zaman, seperti telah diberitakan oleh Rasulullah.

“Pada akhir zaman akan muncul suatu kaum yang usianya rata-rata masih muda dan sedikit ilmunya. Perkataan mereka adalah sebaik-baik perkataan manusia, namun tidaklah keimanan mereka melampaui tenggorokan Maksudnya, mereka beriman hanya sebatas perkataan tidak sampai ke dalam hatinya – red. Mereka terlepas dari agama; maksudnya, keluar dari ketaatan – red sebagaimana terlepasnya anak panah dari busurnya. Maka di mana saja kalian menjumpai mereka, bunuhlah! Karena hal itu mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR. Al Bukhari no. 6930, Muslim no. 1066)

Lihat kelengkapannya Di sini

http://alqiyamah.wordpress.com/2008/06/22/khawarij-bahaya-laten-bagi-kaum-muslimin/

2. Da’wah Syaikh Muhammad Abdul Wahhab (Ahlussunnah Wal Jama’ah)

Alangkah baiknya kami paparkan terlebih dahulu penjelasan singkat tentang hakikat dakwah yang beliau serukan. Karena hingga saat ini ‘para musuh’ dakwah beliau masih terus membangun dinding tebal di hadapan orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat hakikat dakwah sebenarnya yang diusung oleh beliau.

Syaikh berkata,

“Segala puji dan karunia dari Allah, serta kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala telah memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Alhamdulillah aku bukanlah orang yang mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan atau ajaran orang filsafat.

Akan tetapi aku mengajak kepada Allah Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika datang kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu perkataan Imamku, kecuali perkataan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/37-38).

“Alhamdulillah, aku termasuk orang yang senantiasa berusaha mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan hal yang baru dalam agama.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: V/36).

Lihat kelengkapannya di sini

http://muslim.or.id/manhaj/buku-putih-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahab-1.html

http://muslim.or.id/manhaj/buku-putih-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahab-2.html

http://muslim.or.id/aqidah/inilah-aqidah-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab.html

Jadi ternyata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab bukan wahabi dan wahabi bukan dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Akan tetapi Wahabi dari Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum

Demikian pula ternyata Salafy bukan wahabi dan wahabi bukan Salafy karena berbeda dalam Aqidah dan Manhaj

Dan negara Kerajaan Saudi Arabia bukan negara wahabi. Akan tetapi Negara Islam yang Bermanhaj Salaf

Dan Jika Kami (Salafi) Masih dituduh Wahabi maka saksikanlah kami adalah (Salafi) Wahabi yang Bermanhaj Salaf

Sumber : http://bantahansalafytobat.wordpress.com/2011/03/14/perbedaan-wahabi-dan-salafy/

FAKTA MAULID



Seorang penceramah berkata dalam perayaan maulid :

"Melalui peringatan Maulid Nabi Muhammad, marilah kita jadikan peringatan ini sebagai momentum untuk senantiasa meneladani sunnah-sunnah Nabi Muhammad..."

Jama'ah : "ustadz, maap menyela dikit. Mau tanya, apa betul peringatan Maulid Nabi ntu sunnah Rosul..??"

Penceramah : "Ya bukan seh. Tapi kan ini baik (hasanah) pak.."

Jama'ah : "Tapi ustadz tadi bilang kalo Melalui peringatan Maulid Nabi Muhammad, marilah kita jadikan peringatan ini sebagai momentum untuk senantiasa meneladani sunnah-sunnah Nabi Muhammad, tapi kata ustadz Maulid Nabi bukan sunnah Rosul. Mau meneladani sunnah yang mana ustadz, lha wong sampean justru demen yang bukan sunnah Rosul. Ah ustadz nih, gak konsisten.."

Penceramah : "Tuink tuink.."

_______________http://khansa.heck.in/fakta-maulid.xhtml

FAKTA MAULID :

[1] Ketika kita memperbincangkan masalah Maulid, antara pro, kontra, dan tawaqquf [no pro no kontra just nyimax], biasanya ada yang nyeletuk :

"Hare gene masih ributin Maulid ?? Hadeehh...."

Padahal.. Yang ribut atau yang paling ribut atau yang tukang ribut adalah teman-teman yang Maulid-an, terutama di Kuburan Keramat..

[2] Maulid itu, sekali lagi, adalah bid'ah hasanah !! (kata mereka).

Bid'ah = Mengada-ada dalam agama = Jelek
Hasanah = Bagus

Jelek tapi bagus ?? Kontradiktif, gak ??

Nah.. Biar tidak berbenturan, kita simpulkan bahwa :

Bid'ah Hasanah = Jelek Yang Dibagus-bagusi

Jadi : "Maulid Nabi adalah kejelekan yang dibagus-bagusi, atau yang dianggap bagus atau YANG BISA DIGANTI namanya supaya terkesan bagus."

[3] Maulid itu menciptakan 'keberkahan' tersendiri. Dan ini relatif menguntungkan bagi para penjual kopiah, biji tasbih, CD, dan peniaga lainnya. Tapi, yang paling diuntungkan tentu saja para pebisnis religius, baik itu ustadz / habib / kyai / ulama yang menjadikan Maulid ladang meraup keuntungan finansial atau pamor, baik dengan cara menitip nomor rekening, atau menggelar acara yang requiring sumbangan atau infaq [baca: iuran faqsa] bagi pengikutnya..

Tak ketinggalan.. Juga para penjaga kuburan keramat. Mereka akan gagah di malam Maulid-an. Sebentar lagi duit mengalir deras. Kalau perlu, main tipu-tipu sedikit, baik dengan cara menaruh kendi, bejana, atau semacamnya berisi air kembang, mengklaim keberkahan, atau jualan kitab kecil wiridan yang dibisniskan. Berkah, bukan ??

[4] Maulid itu bahasa ndeso-nya : "BIRTHDAY". Demi Birthday, banyak yang rela safar, bahkan sampai jauh gak masalah.. Tapi, demi shalat jama'ah yang jelas diperintahkan, sedikit sekali. Memang.. Kalau yang namanya bid'ah terangkat, sunnah bakal turun.. Bahkan yang wajib pun tak jarang ikutan turun..

Maulid ?? Napa gak pakai lilin sekalian ?? Nanti jam 12 malam tiup lilin bareng2.. Kan BIRTHDAY ??

[5] Tidak dipungkiri lagi, bahwa mafsadat dan madharat banyak sekali terkandung dalam perayaan Maulid. Tapi, masa bodoh lah dengan yang namanya bid'ah, syirik, tasyabuh, khurafat, dan lainnya. Yang penting : having fun, bisa keluar rumah, rame-rame nongkrong, makan-makan, dan tentu saja : "Cinta Nabi"

Cinta Nabi ????

Cinta Nabi tapi ternyata tidak cinta sunnah Nabi. Saking cintanya terhadap Nabi, dan tidak cintanya pada sunnah Nabi, akhirnya melakukan bid'ah hasanah..

[6] Dalih Nabi berpuasa hari Senin, dikatakan sebagai perayaan hari kelahiran Nabi. Emeng keseng !!

Lucunya :

a. Kawan-kawan pro-Maulid tidak pernah menyinggung masalah puasa Senin-Kamis..

b. Kenapa tidak pada Maulid-an setiap hari Senin ?? Kok cuma setahun sekali ?? Hayooo kenapa ??

Oh iya, saya lupa, namanya juga Hari Ulang Tahun.

[7] Dikatakan, kita yang mempermasalahkan Maulid dan bid'ah, adalah pemecah belah !!

Padahal.. Ada "teori" begini :

"Sesuatu yang asalnya mulus, pecah disebabkan kedatangan sesuatu yang memecahkannya setelah kemulusannya."

Syariat Islam asalnya mulus dan murni.. Lalu datanglah bid'ah yang menggores kemulusannya. Pelaku bid'ah lah yang menjadikannya tergores dan terpecah-belah..

Syariat Islam asalnya tidak mengenal perayaan Maulid Nabi. Lalu.. Latanglah Maulid Nabi, sesuatu yang baru. Dengan kedatangannya, protes di sana-sini. Disebabkan Maulid, perpecahan terjadi..

Nah lho.. Siapa sebenernya yang pemecah belah ????

[8] Jika satu keburukan dilakukan, ditakutkan bercabang dan melahirkan keburukan baru. Dan itulah yang terjadi pada Maulid..

Maulid itu buruk.. eehh... Hasanah dink Lalu tumbuhlah amalan-amalan baru lainnya :

Seperti wiridan bareng2, bahkan seringnya di depan kuburan keramat..

Karena tidak puas wiridan di atas tanah dan tikar, akhirnya kuburannya dibuat seperti kamar pengantin dan berlantai kinclong..

Tidak puas hanya wiridan bareng2, didatangkanlah gendang dan rebana..

Tidak puas dengan itu, dibawalah speaker dan sound system..

Tak puas dengan musiknya, lalu ditambah badan goyang2, joget2..

Tidak puas dengan itu, lama-lama saya yakin :

Kalian bisa jadi akan jadi seperti orang gila..

Dan bukan sebuah hot news jika seorang sufi bertingkah selayaknya orang gila dan kehilangan akal..

Bahkan Al-Imam Asy-Syafi’i mengatakan :

"Aku tidak pernah melihat seorang shufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya." (Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam Asy-Syafi’i 9 hal. 13-15)

Baca disini ttg apa kata para ulama ttg sufi : http://khansa.heck.in/celaan-para-ulama-terhadap-shufiyah.xhtml

[9] Sebagian peraya Maulid tidak tahu apa-apa.. Sebagian tidak mau tahu apa-apa.. Sebagian tahu tapi berkata : "Trus.. Lo mau apa ??" Sebagian sudah tahu tapi tak peduli apa-apa.. Dan semoga Allah memberi petunjuk pada semuanya, tak terkecuali kita..

[10] Maulid itu adalah bentuk Natal dengan cover Islami. Jikalau Natal dinamai Maulid, maka sah-sah saja. Atau bahkan nama Maulid lebih cocok untuk Natal. Karena keduanya sama-sama :

"Memperingati/merayakan Hari Lahir Nabi"

Lucunya, sebagian ulama tarikh [sejarah] tidak menyatakan Nabi lahir tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Dan... Beliau wafat kapan, btw ?? Baca ini : http://khansa.heck.in/maulid-nabi-merayakan-kelahiran-atau-kem.xhtml

Maulid itu adalah bentuk Natal dengan cover Islami. Masalah buat umat Islam ?? MASALAH

Wallahu Ta'ala A'lam Bish showaab..