Beda Zakat, Sedekah, Infak, Hibah, dan Hadiah
Pertanyaan:
Bismillah
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Barakallahu fikum Ustadz
Afwan, ana ingin bertanya, apakah ada perbedaan antara zakat, infaq,
dan shodaqoh? Jika ada dalam hal apa saja perbedaan 3 hal tersebut?
Jazakumullahu khairan Ustadz atas jawabannya
Dari: Hamba Allah
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Pendahuluan:
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Memahami berbagai istilah yang berlaku dalam disiplin ilmu apapun
sangatlah penting, tanpa terkecuali ilmu syariat. Oleh karena itu, sejak
dahulu para ulama senantiasa menjabarkan pemahaman berbagai istilah
yang yang berlaku pada setiap bab dengan detail.
Seakan tidak
ingin ketinggalan, Ibnul Qayyim termasuk salah satu ulama yang paling
gigih menekankan pentingnya penggunaan berbagai istilah syariat
sebagaimana digunakan dalam Alquran dan hadis. Terlebih bagi para ulama
yang bertugas menjelaskan hukum-hukum syariat kepada masyarakat luas.
Beliau beralasan atas penekanannya ini bahwa penggunaan istilah syariat
dengan benar dapat menyelamatkan kita dari kesalahan dalam memahami
hukum Allah ‘Azza wa Jalla. Dan sebaliknya salah memahami atau salah
penempatan istilah syariat dapat berakibat fatal bagi pemahaman Anda
tentang syariat Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana beliau juga
memberikan peringatan bahwa di tengah masyarakat telah meraja lela
penggunaan istilah-istilah syariat yang tidak sebagaimana mestinya.
Akibat dari kecerobohan ini terjadilah penyimpangan dan kesalahan fatal
dalam kehidupan beragama masyarakat. (I’ilamul Muwaqiin, 4:216).
Menyadari hal ini, saya mengajak Anda untuk lebih jauh mengenal dengan
baik berbagai istilah syariat. Harapannya Anda semakin dekat dengan
agama Allah, dan selanjutnya Allah-pun semakin dekat dengan Anda.
Mengenal Arti Zakat
Di masyarakat beredar pemahaman bahwa zakat adalah sejumlah harta yang
telah ditentukan jenis, kadar, dan yang dibayarkan berhak menerimanya
pada waktu yang telah ditentukan pula. Dan zakat inilah yang merupakan
salah satu rukun agama Islam. Allah tegaskan dalam Alquran, yang
artinya,
“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al Baqarah 43)
Pemahaman di atas benar, namun perlu diingat kadangkala para ulama menggunakan kata zakat pada zakat sunah.
Ibnul Arabi berkata: Kata zakat digunakan untuk menyebut zakat wajib,
namun kadang kala juga digunakan untuk menyebut zakat sunah, nafkah,
hak, dan memaafkan suatu kesalahan.” (Fathul Bari, 3:296)
Mengenal Makna Sedekah
Kata sedekah dalam banyak dalil memiliki makna yang sama dengan kata
zakat, sebagaimana disebutkan pada ayat berikut, yang artinya,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah: 103)
Dalam hadis yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bila anak Adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalannya terputus,
kecuali pahala tiga amalan: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan
anak shaleh yang senantiasa mendoakan kebakan untuknya.” (QS.
at-Tirmidzi dan lainnya)
Berdasarkan ini semua, Imam Mawardi
menyimpulkan: Sedekah adalah zakat dan zakat adalah sedekah. Dua kata
yang berbeda teksnya namun memiliki arti yang sama. (al-Ahkam
as-Sulthaniyyah, Hal. 145)
Dengan demikian sedekah mencakup
yang wajib dan mencakup pula yang sunah, asalkan bertujuan untuk mencari
keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Oleh karena itu, sering kali
Anda tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama
penerimanya.
Walau demikian, dalam beberapa dalil, kata
sedekah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah
harta kepada orang lain. Sedekah dalam beberapa dalil digunakan untuk
menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau
bahkan bagi diri sendiri.
Suatu hari sekelompok sahabat miskin
mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal rasa
cemburu mereka terhadap orang-orang kaya. Orang-orang kaya mampu
mengamalkan sesuatu yang tidak kuasa mereka kerjakan yaitu menyedekahkan
harta yang melebihi kebutuhan mereka. Menanggapi keluhan ini,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka
melalui sabdanya:
“Bukankah Allah telah membukakan bagi kalian
pintu-pintu sedekah? Sejatinya setiap ucapan tasbih bernilai sedekah
bagi kalian, demikian juga halnya dengan ucapan takbir, tahmid, dan
tahlil. Sebagaimana memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran
juga bernilai sedekah bagi kalian. Sampai pun melampiaskan syahwat
kemaluan kalian pun bernilai sedekah.” Tak ayal lalgi para sahabat
keheranan mendengar penjelasan beliau ini, sehingga mereka kembali
bertanya: “Ya Rasulullah, apakah bila kita memuaskan syahwat, kita
mendapatkan pahala?” Beliau menjawab: “Bagaimana pendapatmu bila ia
menyalurkannya pada jalan yang haram, bukankah dia menanggung dosa?”
Demikian pula sebaliknya bila ia menyalurkannya pada jalur yang halal,
maka iapun mendapatkan pahala. (HR. Muslim)
Mengenal Makna Infak
Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama
memiliki makna yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan
harta kekayaan. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser
dari hadapan Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia
habiskan, masa mudanya untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari
mana ia peroleh dan kemana ia infakkan (belanjakan) dan apa yang ia
lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kemanapun dan untuk
tujuan apapun, baik tujuan yang dibenarkan secara syariat ataupun
diharamkan, semuanya disebut dengan infak. Oleh karena itu, mari kita
simak kisah perihal ucapan orang-orang munafik yang merencanakan
kejahatan kepada Rasulullah dan para sahabatnya, Allah ceritakan, yang
artinya,
“Sesungguhnya orang-orang kafir menafkahkan harta
mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan
menafkahkan harta itu, kemudian menjadi penyesalan bagi mereka, dan
mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir
itu dikumpulkan.” (QS. Al-Anfal: 36)
Oleh karena itu pada
banyak dalil perintah untuk berinfak disertai dengan penjelasan infak di
jalan Allah, sebagaimana pada ayat berikut, yang artinya,
“Dan infakkanlah/belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Mengenal Makna Hibah
Ketika Anda memberikan sebagian harta kepada orang lain, pasti ada
tujuan tertentu yang hendak Anda capai. Bila tujuan utama dari pemberian
Anda adalah rasa iba dan keinginan menolong orang lain, maka pemberian
ini diistilahkan dalam syariat Islam dengan hibah. Rasa iba yang
menguasai perasaan Anda ketika mengetahui atau melihat kondisi penerima
pemberian lebih dominan dibanding kesadaran untuk memohon pahala dari
Allah. Sebagai contoh, mari kita simak ucapan sahabat Abu Bakar ketika
membatalkan hibahnya kepada putri beliau tercinta Aisyah radhiyallahu
‘anha:
“Wahai putriku, tidak ada orang yang lebih aku cintai
agar menjadi kaya dibanding engkau dan sebaliknya tidak ada orang yang
paling menjadikan aku berduka bila ia ditimpa kemiskinan dibanding
engkau. Sedangkan dahulu aku pernah memberimu hasil panen sebanyak 20
wasaq (sekitar 3.180 Kg). Bila pemberian ini telah engkau ambil, maka
yang sudah tidak mengapa, namun bila belum maka pemberianku itu sekarang
aku tarik kembali menjadi bagian dari harta warisan peninggalanku.”
(HR. Imam Malik)
Mengenal Makna Hadiah
Diantara bentuk
pemberian harta kepada orang lain yang juga banyak dikenal oleh
masyarakat ialah hadiah. Dan saya yakin Anda pernah memberikan suatu
hadiah kepada orang lain atau mungkin juga Anda menerimanya dari orang
lain. Tentu Anda menyadari bahwa hadiah Anda tidaklah Anda berikan
kepada sembarang orang, apalagi orang yang belum Anda kenal. Hanya
orang-orang spesial dalam hidup Anda yang berhak mendapatkan hadiah
Anda.
Hadiah yang Anda berikan kepada seseorang, sejatinya
hanyalah salah satu bentuk dari penghargaan Anda kepadanya. Sebagaimana
melalui hadiah yang Anda berikan, seakan Anda ingin meningkatkan
keeratan hubungan antara Anda berdua. Demikianlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengartikan makna hadiah dalam kehidupan masyarakat
melalui sabdanya:
“Hendaknya kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling cinta mencintai.” (HR. Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad)
Berdasarkan ini, Anda dapat mengetahui berbagai pemberian yang selama
ini oleh berbagai pihak disebut dengan hadiah, semisal hadiah pada
pembelian suatu produk, atau undian atau lainnya. Pemberian-pemberian
ini sejatinya tidak layak disebut hadiah, mengingat semuanya sarat
dengan tujuan komersial, dan bukan untuk meningkatkan keeratan hubungan
yang tanpa pamrih.
Catatan Redaksi Pengusaha Muslim
Uraian
di atas adalah artikel yang ditulis Dr. Muhammad Arifin Baderi dan telah
diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 29. Pada edisi ini,
majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas seputar zakat, infaq,
dan sedekah.
majalah Pengusaha Muslim edisi 29 versi cetak,
Anda bisa menghubungi: majalah.pengusahamuslim.com. Anda juga bisa
mendapatkan versi ebook, di: shop.pengusahamuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar