Utang Bank Untuk Menikah
Pertanyaan:
Assalmu’alaikum.
Maaf Pak Ustadz, saya mau bertanya seputar pernikahan. Bagaimana hukum
orang yang meminjam uang ke Bank untuk keperluan nikah? Terima Kasih
atas segala perhatian dan jawabannya.
Jazakallahu khairan.
Dari: Apip
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Menikah memang sangat dianjurkan, bahkan bisa jadi wajib bagi orang
yang dikhawatirkan berzina. Namun bukan berarti ini harus dilakukan
dengan melegalkan segala macam cara. Berusaha menempuh jalan yang
diridhai Allah, merupakan cara paling tepat untuk mendapatkan keberkahan
dalam pernikahan.
Seperti yang kita ketahui, meminjam bank
tidak akan lepas dari riba. Seberapapun pinjaman Anda dari bank, tidak
akan lepas dari persyaratan riba. Kenyataan ini menunjukkan bahwa orang
yang berutang di bank berarti sedang melakukan transaksi riba dengan
bank. Meskipun dalam hal ini, dia hanya sebagai nasabah, sementara bank
yang memakan ribanya. Karena keberadaan nasabah yang meminjam uang di
bank, menjadi bagi bank untuk makan riba. Untuk alasan inilah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat manusia yang meminjam uang dengan
persyaratan riba.
Berikut beberapa dalilnya,
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَشَاهِدَيْهِ، وَكَاتِبَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang makan
riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat
transaksinya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan disahihkan al-Albani)
Dalam riwayat yang lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَةً: آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat 10 orang: pemakan
riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat
transaksinya.” (HR. Ahmad 635).
Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan:
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Mereka semua sama.” (Baihaqi dalam ash-Shugra, 1871).
Siapakah pemberi makan riba?
Dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud dinyatakan:
وَموكِلَهُ أَيْ مُعْطِيَهُ لِمَنْ يَأْخُذُهُ
“Pemberi makan” maksudnya yang memberikan riba kepada orang yang mengambilnya. (Aunul Ma’bud, 9:130)
Anda bisa bayangkan, posisi nasabah yang meminjam uan di bank mengalami
kerugian dua kali. Rugi memberikan uang riba ke bank dan rugi dengan
ancaman laknat karena melanggar hadis di atas.
Solusi
Ada beberapa alternatif solusi, agar Anda tetap bisa menikah tanpa harus menyentuh bank:
Pertama, menabung dengan menunda nikah
Jika masih memungkinkan bagi Anda untuk menunda nikah, terlebih jika
Anda belum memiliki calon istri, kami sarankan agar Anda menabung sampai
Anda memiliki dana yang cukup untuk menikah. Dalam kesempatan yang
sama, agar kondisi syahwat tidak muncul berlebihan, Anda aktifkan puasa
sunah. Solusi ini yang disarankan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada orang yang belum mampu menikah. Beliau bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ
لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, siapa yang mampu menanggung
nafkah maka hendaknya dia menikah. Siapa yang belum mampu maka dia harus
puasa, karena puasa itu menjadi penurun syahwat baginya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Kedua, sederhanakan walimah
Inti walimah
adalah makan-makan, untuk menunjukkan kegembiraan Anda sebagai pengantin
baru dan sekaligus pengumuman nikah bagi masyarakat. Untuk hanya tujuan
ini, sejatinya tidak membutuhkan banyak biaya.
Namun
sayangnya, tradisi masyarakat kita menjadikan walimah sebagai lambang
kebanggaan keluarga. Mereka menganggap walimah mewah melambangkan
keistimewaan sebuah keluarga. Wajar saja jika tradisi walimah di tempat
kita tidak lepas dari sikap mubadzir dan melampaui batas, yang
jelas-jelas itu adalah sikap masyarakat jahiliyah. Mereka rela untuk
utang demi menampakkan kemewahan dan mendapatkan pujian.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Janganlah kamu berbuat tabdzir (mubadzir). Sesungguhnya orang-orang
yang suka berbuat tabdzir adalah saudara-saudara syaitan..” (QS. Al
Isra’ 26 – 27).
Ulama berbeda pendapat tentang makna tabdzir (mubadzir).
Az-Zajjaj mengatakan:
“Tabdzir adalah membelanjakan harta untuk selain ketaatan kepada Allah.
Orang jahiliyah menyembelih onta, menghabiskan uangnya karena
kesombongan dan cari pujian, kemudian Allah perintahkan untuk
membelanjakan harta semata-mata karena mencari wajah Allah dalam hal-hal
yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah.”
Hal lain yang
perlu direnungkan dalam ayat ini adalah pernyataan “…orang-orang yang
suka berbuat tabdzir adalah saudara-saudara setan.” Pernyataan ini
menunjukkan celaan yang sangat keras kepada orang yang suka berbuat
mubadzir. Keadaannya disamakan dengan setan yang kufur terhadap nikmat,
karena menggunakan nikmat tersebut tidak untuk ketaatan kepada Allah.
Untuk itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hidangan walimah, sebagai hidangan yang buruk. Beliau bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ
“Makanan yang paling buruk adalah makanan walimah (karena) hanya
mengundang orang kaya dan meninggalkan (tidak mengundang) orang miskin.”
(HR. Bukhari 5177)
Ketiga, terpaksa utang
Jika Anda
terpaksa harus utang agar bisa menikah, Anda harus tetap menghindari
bank. Sebagai gantinya, Anda bisa berutang ke selain bank atau lembaga
riba lainnya. Misalnya berutang ke kerabat yang memiliki kelebihan
harta. Perbuatan semacam ini termasuk bentuk ta’awun (tolong menolong)
dalam kebaikan dan taqwa.
Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk istiqamah di atas kebenaran. Amin.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar