Pengajian Sembunyi-Sembunyi
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Jika engkau melihat ada
sekelompok orang yang berbisik-bisik membicarakan masalah agama tanpa
ingin diketahui orang lain maka ketahuilah bahwa mereka itu di atas
landasan kesesatan” (Riwayat Darimi no 307).
Sungguh tepat apa
yang diungkapkan oleh seorang ulama sekaligus umara (penguasa) ini. Kita
jumpai di sekeliling kita bahwa orang-orang yang menyebarkan pemahaman
yang menyimpang biasanya memilih metode dakwah secara sembunyi-sembunyi
supaya bisa berhasil menyerat mangsa yang biasanya adalah orang-orang
yang memiliki latar belakang pengetahuan agama yang pas-pasan.
Untuk
‘ngaji’ ada yang harus ditutup matanya terlebih dahulu. Ada juga yang
bergerilya dari satu kamar kos ke kamar kos yang lain. Anehnya ketika
‘ngaji’ pintu kamar kos harus ditutup rapat-rapat bahkan jika perlu
semua alas kaki harus dimasukkan demi alasan ‘keamanan’. Ada juga yang
merahasiakan siapa sebenarnya ketua ‘pengajian’ mereka. Belum tiba
saatnya, demikian alasan yang diajukan. Umumnya ‘pengajian’ semisal itu
tidak berani diadakan secara terbuka di masjid umum. Ujung-ujungnya
‘anak-anak ngaji’ tersebut didoktrin dengan berbagai pemahaman yang
menyimpang.
Bukankah ajaran agama kita itu sesuai dengan fitrah
manusia?! Jika memang demikian mengapa mesti takut menyampaikan
kebenaran tersebut di tengah-tengah kaum muslimin? Bukankah itu malah
menjadi pertanda bahwa mereka membawa pemahaman yang ‘unik’, lain dari
pada yang lain. Benarlah apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sampaikan.
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ
كَذَلِكَ
“Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang menampakkan
kebenaran. Tidaklah masalah bagi mereka adanya orang-orang yang tidak
mau menolong mereka. Demikianlah keadaan mereka sehingga datanglah
ketetapan Alloh (baca:hari Kiamat)” (HR Muslim no 5059).
Hadits
ini mengisyaratkan bahwa metode dakwah yang dijalankan oleh para
pengusung kebenaran semenjak masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hingga akhir zaman nanti adalah dakwah dengan terang-terangan dalam
menyampaikan kebenaran. Tidak ada yang ditutupi dalam dakwah mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,a
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِى إِلاَّ هَالِكٌ
“Sungguh kutinggalkan kalian di atas agama yang terang, malamnya
bagaikan siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya sepeninggalku
kecuali orang yang binasa” (HR Ibnu Majah no 43 dari Irbadh bin Sariyah,
dinilai shahih oleh al Albani).
Yang dimaksud denga ‘baidha’
dalam hadits di atas sebagaimana penjelasan Muhammad Fuad Abdul Baqi
adalah agama dan argumen yang terang dan jelas yang tidak mengandung
kesamaran sama sekali.
Jika demikian, mendakwahkan agama ini tidak perlu tertutup.
Beralasan bahwa dulu di awal dakwah, Nabi mempergunakan metode sembunyi-sembunyi sungguh tidak tepat.
Pertama, semenjak dakwah dengan terang-terangan, Nabi tidak pernah lagi sembunyi-sembunyi dalam dakwah.
Kedua , berdalil dengan hal di atas itu mungkin tepat jika dakwah
dilakukan di tengah-tengah masyarakat kafir yang menekan dakwah Islam.
Sedangkan dakwah sembunyi-sembunyi di tengah-tengah masyarakat Islam hanyalah awal kesesatan.
http://ustadzaris.com/pengajian-sembunyi-sembunyi-tanda-kesesatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar