Dialog Ukhuwah Dan Ilmiah Menjalin Kebersamaan Bersatu Dalam Perbedaan
Bapak Idrus Ramli yang semoga Allaah Subhanahu wa Ta'ala tetapkan hidayah dan taufiq kepada beliau.
Beliau saat ini sedang bermanuver mencari dukungan setelah acara dialog
di Kementrian Agama, Batam beberapa hari yang lalu. Dan salah satu
manuver beliau ialah dengan membuat berita dan tuduhan dusta untuk
menyudutkan pihak Salafiy, salah satunya ketika beliau membuat
pernyataan menghebohkan di depan jama'ahnya dengan lantang beliau
katakan bahwa Al-Ustadz Zainal Abidin dan Al-Ustadz Firanda
hafizhahumallaahu ta'ala kabur dari dialog. Padahal kalau kita melihat
kejadian yang sebenarnya baik dari sarana video maupun audio Mp3 maka
akan disaksikan kedustaan Al-Ustadz Idrus Ramli tersebut sebab bagaimana
dikatakan kabur atau lari tidak ingin berdialog sementara acara selesai
sesuai dengan yang di jadwalkan hingga moderatornya sendiri yang
menutup kemudian asatidz Salafiy berdiri, mendatangi dan menyalami
Al-Ustadz Idrus Ramli dan Al-Ustadz Thabari, lalu dimana, pada menit dan
detik keberapa asatidz Salafiy kabur?
Demi Allaah, hujjah
begitu kuat dari Al-Qur-an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaful Ummah,
sehingga beliau tidak mampu berhujjah dan membantah dengan dalil maka
kedustaan yang beliau lakukan.
Kemudian manuver selanjutnya ketika beliau membuat berita di blog atau situs mereka.
Insyaa Allaahu Ta'ala akan dibahas tuntas disini.
CATATAN TERHADAP DEBAT TERBUKA DENGAN WAHABI Di KEMENAG.
Kota Batam, 28 Desember 2013.
Tulisan ini dibuat oleh : KH. Muhammad Idrus Ramli.
Batam, 30 Desember 2013.
Kemudian ditanggapi oleh Abu Mundzir Al-Ghifary hafizhahullaahu ta'ala.
Idrus Ramli berkata :
1. Dalam dialog tersebut, perwakilan dari Ahlussunnah
Wal-Jama’ah sebagai
pembicara, hanya al-faqir Muhammad
Idrus Ramli. Sedangkan Kiai Thobari Syadzili, hanya menemani duduk,
tidak diberi waktu berbicara, kecuali 1 menit menjelang acara
dihentikan. Sementara
dari pihak Radio Hang atau Wahabi, adalah
Ustadz Zaenal Abidin dan Ustadz Firanda Andirja. Isu-isu dari kaum
Wahabi, bahwa perwakilan dari
Ahlussunnah adalah KH.Muhammad Idrus Ramli dan beberapa orang, adalah tidak benar. Jadi yang benar,
debat 1 orang lawan 2 orang.
TANGGAPAN :
Perkataan 1 lawan 2 jelas bertentangan dengan kenyataan dari moderator
kemenag sudah menyampaikan bahwa yg dari NU 2 orang dan dipersilahkan
untuk berdiri dan dia berdiri berarti menyetujui dialog tsb. Tidak benar
jika beliau tdk diberikan waktu bicara karena waktu yg ada sudah dibagi
dengan baik oleh moderator, tapi jika yg banyak jawab adalah idrus
ramli maka otomatis waktunya dihabisin sama si romli. Kmudian di akhir
acara dia juga menyampaikan pendapatnya yg sbenarnya sama sekali tidak
‘ilmiyyah tidak ada hujjahnya dan menyampaikan yg ada dalam keyaqinannya
tanpa memandang dalil dalil yg sudah dipaparkan kedua belah pihak.
Idrus Ramli berkata :
2. Dalam acara dialog tersebut, semua pembicara dibatasi oleh waktu. Karenanya mungkin
banyak pembicaraan Wahabi yang tidak sempat kami tanggapi, dan sebaliknya.
TANGGAPAN :
Tetapi walaupun singkat, scara garis besar sudah bisa kita lihat mana
yang mengikuti dalil dan mana yang membuat jalan baru dari sisi
pendalilan. Dan menggunakan dalil dalil yg tidak cocok dengan ritual
yang dikerjakannya. Hingga tatkala terpepet tidak ada hujjah kmudian
menggunakan perkataan perkataan ulamaa’ mereka yang jelas jelas tidak
didukung oleh dalil sama skali dari hadits yg shahih.
Idrus Ramli berkata :
3. Dalam pengantar dialognya, Ustadz Zaenal Abidin Lc, yang mewakili
pihak Wahabi, mengaku sebagai warga NU (Nahdlatul Ulama) tulen. Padahal
selama ini, dalam ceramah-ceramahnya ia selalu membid’ahkan amaliah
warga NU. Dan ternyata, dalam dialog tersebut, Zaenal Abidin, tidak bisa
menyembunyikan jatidirinya yang Wahabi. Ia menyalahkan ajaran NU
seperti menerima bid’ah hasanah, melafalkan niat dalam ibadah, qunut
shubuh, tahlilan (kendurenan tujuh hari), Yasinan dan Yasin Fadhilah.
Silahkan pemirsa menilai sendiri dengan hati nurani. Zaenal mengaku
warga NU tulen, tetapi menyalahkan semua amaliah NU.
TANGGAPAN:
Beliau dulunya adalah lulusan ponpes tambakberas jombang yang jelas
jelas NU. Dan guru beliau juga NU. Jadi pada asalnya memang NU tulen.
Setelah itu beliau belajar di LIPIA dan juga bermajlis dengan Syaikh
Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz rahimahullahuta’ala (mufti saudi
arabia). Dan NU versi ustadz zainal abidin ini adalah NU Kitab bukan NU
organisasi. Krna kalau NU kitab maka banyak kitab kitab yang dijadikan
rujukan NU adalah kitab kitab dari para ulamaa’ ahlussunnah, smisal : al
imama asysyafi’I , al imam nawawy, Ibnu Hajar atsqolany, Assuyuthi,
dll.
Nah sedangkan NU organisasi jelas tidak bisa dijadikan sandaran
kebenaran dalam hal ini krna dlam organisasi NU sendiri banyak
perselisihan di dalamnya. Smisal Gusdur dgn muhaimin dll.
Maka yg
dimaksud NU oleh ust zainal abidin adlah NU kitab, yang mana beliau juga
menyimpan rapi kitab kitab NU dari guru beliau.
Idrus Ramli berkata :
4. Delegasi dari Wahabi, Zaenal maupun Firanda, tidak menaruh hormat
kepada pendapat para ulama besar sekaliber Imam Ahmad bin Hanbal, Imam
an-Nawawi, al-Hafizh Ibnu Hajar dan lain-lain. Misalnya dalam bahasan
bid’ah hasanah, saya mengutip pendapat Imam an-Nawawi yang menjelaskan
bahwa hadits kullu bid’atin dhalalah, dibatasi dengan hadits man sanna
sunnatan hasanatan. Firanda tidak menghargai pendapat Imam an-Nawawi
tersebut, dan memilih
berpendapat sendiri. Padahal dia, masih belum
layak memiliki pendapat sendiri. Bahkan memahami karya para ulama juga
sering keliru. Pembaca dan pemirsa tentu tahu, bahwa ciri khas kaum
liberal atau JIL adalah menolak otoritas ulama.
TANGGAPAN :
Perkataan semisal ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda tidak menaruh
hormat kepada para ulamaa besar, dan yg semisalnya ini jelas tuduhan
yang jauh dari kebenaran. Dan para pemirsa yang melihat video tersebut
sangat jelas mendengar bagaimana beliau banyak menukil pendapat-pendapat
dari imam nawawy rahimahullah dan para ulama’ syafi’iyyah yg lainnya.
Dan bahkan tatkala beliau menukilkan perkataan dari para ulamaa’
tersebut , ust. Idrus ramli yang justru tidak mau mengikuti pemahaman
imam madzhab syafi’I dan juga para ulamaa’ yg lain dalam hal pelafadzan
niat. Dan justru dia menyandarkan perkataan satu imam yang dijadikan
pedoman olehnya dalam keadaan imam tersebut berpendapat tanpa didukung
hujjah. Dan menyelisihi imam yg lebih tinggi darinya. Kita bisa lihat
bagaimana kerepotan idrus ramli dalam hal mempertahankan permasalahan
pelafadzan niat. Pontang panting kesana kemari tanpa dalil sama sekali,
hingga dia katakan bahwa pelafadzan niat itu bebas saja tdk ditentukan
dgn lafadz tertentu, jelas ini adalah kesimpulan aqal saja yg mengada
ada tanpa hujjah dan tanpa contoh sama sekali dari Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dia katakan seolah olah
ustadz firanda dan ust. Zaenal memiliki ciri khas kaum liberat atau JIL
yakni menolak otoritas ulama’, tentu jelas skali ini fitnah besar yg
dihembuskan. Di sebelah mana beliau mengingkari otoritas ulamaa’ padahal
pada diskusi di atas beliau berdua (ust. Zainal dan Ust. Firanda)
selalu menukil perkataan para ulamaa’. Hanya saja mungkin yg dikehendaki
oleh ramli adlah bahwa Ust. Firanda tidak mau mengikuti perkataan dari
ulamaa’ yang ramli bawakan tapi malah membantah dengan perkataan ulamaa’
yang lebih tinggi darinya dan justru mematahkan hujjah yg dia bawakan.
Nah jika seperti ini maka siapakah yang lebih dahulu terburu buru
memvonis yaa ustaadz…??
Selama beliau berdua menempuh jalan dalam
pendidikannya maka kita ktahui bersama di perpustakaan saudi terdapat
kitab kitab para ulamaa’ melimpah ruah dan bahkan manuskrip aslinya juga
ada. Ini semua menjadi rujukan ilmiyah yang dipakai oleh para thulab di
sana. Dan apa yang beliau berdua sampaikan juga menukil dari para
ulamaa’. Bagaimana mungkin anda katakan sebagaimana JIL/liberal..?
Allahulmusta’an..
Dan perkataan anda dalam hal ini sungguh tidak nyambung sama sekali dengan inti persoalan.
Idrus Ramli berkata :
5. Zaenal dan Firanda menggunakan standar ganda dalam menilai pendapat
para ulama. Ketika pendapat mereka sesuai dengan semangatnya, mereka
mati-matian menyerang tradisi NU, seperti dalam kasus tradisi kenduri
kematian selama 7 hari, yang dihukumi makruh dalam kitab-kitab
Syafi’iyah. Seakan-akan mereka lebih Syafi’iyah dari pada warga NU. Akan
tetapi ketika
pendapat para ulama tidak sesuai dengan hawa nafsu
mereka, Firanda dan Zaenal menganggap pendapat tersebut tidak ada
apa-apanya. Seperti dalam bahasan bid’ah hasanah. Sikap mendua seperti
ini, mirip sekali dengan kebiasaan orang Syiah. Ketika hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim sesuai dengan keinginan Syiah, mereka jadikan
hujjah. Akan tetapi ketika hadits-hadits tersebut berbeda dengan hawa
nafsu Syiah, mereka tolak dan mereka dustakan.
TANGGAPAN :
Ucapan Idrus ramli dalam no. 5 ini sangat jauh dari kenyataan di video
yang bisa kita lihat bersama. Dan apa yang ada di video ini telah
mmbantah syubhat seperti ini. Jika perkataan ini disampaikan pada orang
yang tidak melihat video tersebut maka dengan mudah akan mempercayai
tuduhan ini, tetapi walhamdulillah apa yg tampak di video tersebut telah
membantah syubhat spt ini. Dan di no. 5 ini idrus ramli menyamakan al
ustadz zainal abidin dan ust. Firanda sbagaimana halnya SYI’AH. Nah
tentu tuduhan ini sangatlah parah bila ditinjau dari apa yang kita
saksikan di video tersebut. Kemudian masalah hadits kan sudah dijelaskan
dengan gamblang banget dalam dialog tersebut, semestinya idrus ramli
tidak perlu membuat pernyataan seperti ini. Krna yg idrus ramli
maksudkan adalah tatkala ust. Zainal mendho’ifkan hadits yg idrus ramli
bawakan. Tapi sanggahan yg idrus ramli bawakan telah terpatahkan oleh
pemaparan ust. Zainal abidin. Tentu hal ini tidak bisa dijadikan
sandaran bahwa ustadz zainal mapun ust. Firanda menolak dan mendustakan
tanpa ‘ILMU. Dan hal ini bisa dilihat di video tersebut.
Idrus Ramli berkata :
6. Dalam bahasan qunut shubuh, Firanda melakukan kesalahan ilmiah
ketika mengomentari tanggapan Ust. Muhammad Idrus Ramli terhadap hadits
Abi Malik al-Asyja’i. Sebagaimana dimaklumi, dalam riwayat al-Tirmidzi,
an-Nasa’i, Musnad Ahmad dan Ibnu Hibban, Abu Malik al-Asyja’i menafikan
qunut secara mutlak, baik qunut nazilah maupun qunut shubuh. Tetapi
Firanda mengatakan bahwa dalam kitab-kitab hadits, hadits Abu Malik
al-Asyja’i menggunakan redaksi yaqnutun fil fajri (qunut shalat shubuh).
Ternyata setelah kami periksa dalam kitab-kitab hadits, kalimat fil
fajri tidak ada dalam riwayat-riwayat tersebut. Silahkan diperiksa dalam
Sunan al-Tirmidzi juz 2 hal.252 (tahqiq Ahmad Syakir), Sunan al-Kubra
lin-Nasa’i, juz 1 hal. 341 tahqiq at-Turki atau al-Mujtaba lin-Nasa’i juz 2 hal. 304 tahqiq Abu Ghuddah.
TANGGAPAN:
Mengenai lafadz بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ
yang dianggap idrus ramli tidak ada dalam kitab kitab hadits (YANG DIA
BACA) atau menganggap ust. Zainal abidin dan ust. Firanda keliru maka
kesimpulan yang terburu buru. Silahkan dicek di kitab-kitab berikut:
Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى
الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ
رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا
بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.
“Saya
bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang
Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu
Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah
selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka
dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara
baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan
dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394,
Ath-Thoy alisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101
no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban
sebagaimana dalam Al-Ihs an no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam
Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan
Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kam al dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany
dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad
mimma laisa fi Ash-Shoh ihain.
Idrus Ramli berkata :
7. Firanda memaksakan diri mengatakan bahwa hukum kenduri kematian selama
tujuh hari menurut Syafi’iyah adalah makruh tahrim. Padahal dalam kitab-
kitab Syafi’iyah, hukumnya adalah bid’ah yang makruh dan tidak
mustahabbah, alias bukan makruh tahrim. Untuk menguatkan pandangannya,
Firanda mengutip pernyataan Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari, dalam
Asna al-Mathalib, yang berkata “wa hadza zhahirun fit tahrim”. Ternyata
setelah kami periksa, Syaikhul Islam Zakariya, masih menghukumi kenduri
kematian dengan makruh atau bid’ah yang tidak mustahab (tidaksunnah).
Sedangkan keharaman yang menjadi makna zhahir hadits tersebut, oleh
beliau dialihkan kepada bukan tahrim. Hal ini dapat dipahami, ketika
membaca dengan seksama, bahwa Syaikhul Islam Zakariya dalam pernyataan
tersebut, mengutip dari Imam an-Nawawi dalam Raudhah al-Thalibin dan
al-Majmu’, yang menghukumi kenduri kematian dengan bid’ah yang tidak
mustahab.
TANGGAPAN:
Pernyataan idrus Ramli ini telah dibantah tuntas di sini:
28 April 2013
firanda.com/index.php/artikel/bantahan/423-dalil-bolehnya-tahlilan
Dalam pemaparan tersebut ustadz firanda telah menjelaskan panjang lebar
dan mematahkanhujjah idrus ramli dan di akhir kata beliau menyatakan :
Jika memang para salaf selalu melakukan tahlilan selama tujuh hari
berturut-turut, dan juga hari ke 40, 100, dan 1000 hari sebagaimana yang
dipahami oleh ustadz Muhammad Idrus Ramli dan juga Kiyai Syadzily
Tobari, maka kenapa kita tidak menemukan sunnah ini disebutkan dalam
kitab-kitab fikih madzhab? apakah para ahli fikih empat madzhab sama
sekali tidak mengetahui sunnah ini?
Jika idrus ramli mengatakan
bahwa para ulamaa’ terkemuka tersebut membolehkan tahlilan, maka tidak
kita temui dalam kitab kitab mereka yang menyatakan bahwa sejak zaman
sahabat , tabi’in , imam yang empat telah mempraktekan tahlilan yang
mereka kerjakan. Dan ini tidak ada sama sekali. Maka jelas bahwa yang
mereka persangkakan itu adalah penafsiran mereka sendiri, yang pada
kenyataannya tidak ada bukti sama sekali yang membenarkan persangkaan
tersebut. Yakni para imam ahlussunnah tidak ada yang melaksanakan acara
ibadah TAHLILAN seperti yang mereka lakukan saat ini. Allahulmuwafiq.
Idrus Ramli berkata :
8. Zaenal Abidin, kurang memahami istilah-istilah keilmuan. Misalnya
tentang qiro’ah syadzdzah (bacaan yang aneh atau menyimpang), dalam
membaca al-Qur’an. Menurut Zaenal, orang yang membaca ayat al-Qur’an,
apabila diulang-ulang maka termasuk qiro’ah syadzdzah yang diharamkan.
Sebaiknya Zaenal belajar ilmu qiro’ah atau ilmu tafsir agar tidak keliru
dalam hal-hal kecil.
TANGGAPAN:
Ustadz zaenal tidak ada
menyatakan bahwa bacaan yang diulang-ulang itu adalah Qiro'ah syadzdzah.
Perkataan ustadz zaenal : "... Kayak ini,ini ada yasin fadhilah,cara
membacanya yasin yasin yasin yasin yasin,ini kira2 qiro'ah apa gitu lho ?
Padahal Ibnul Abdil Barr saja sebagaimana yg telah dinukil Imam suyuti
membaca Al-Qur'an dengan qiro'ah syadzdzah ijma' haram,APALAGI INI
SYADZDZAH AJA ENGGAK. ...."
Tidak ada sama sekali pernyataan ust
zaenal bahwa membaca Al-Qur'an apabila diulang-ulang maka termasuk
qiro'ah syadzdzah,sepert yg Idrus Ramli tuduhkan. Silahkan lihat video
Jam ke 1 menit ke 40..
Ucapan ini adalah salah sasaran, karena
ustadz zainal abidinlah yang telah memaparkan kaidah kaidah tafsir
berdasarkan ulamaa’ mufasiriin pada saat mudzakarah dengan sa’id aqil
munawar mantan menteri agama yang videonya bisa dilihat di sini
(bersambung part 1-part 10) :
youtube.com/watch?v=mZaB9cDtNaI
http://www.youtube.com/watch?v=ydQxcjAeB2Q&feature=youtu.be&desktop_uri=%2Fwatch%3Fv%3DydQxcjAeB2Q%26feature%3Dyoutu.be&app=desktop
Kita semua termasuk idrus ramli memang harus terus belajar, akan tetapi
pantaskah kita katakan kepada beliau sekaliber ust. Zainal abidin, lc
hafidhahullah dengan perkataan “SEBAIKNYA zaenal belajar dst…??” yang
dimaksudkan untuk merendahkan ke’ilmuan beliau. Maka sejak awal tulisan
ini sudah sering idrus ramli mengucapkan kata kata yg tidak pantas
seperti ini.
Idrus Ramli berkata :
9. Dalam bahasan melafalkan niat, menurut Firanda dan Zaenal, redaksi niat harus
menggunakan redaksi usholli dan nawaitu showmaghadin. Kalau redaksinya
dirubah menjadi nawaitu an ushalliya atau inni shoimun, dan atau
ashuumu, menurut mereka adalah salah dalam madzhab Syafi’iyah. Demikian
beberapa catatan kami terhadap dialog kemarin.
TANGGAPAN:
Idrus Ramli salah faham dalam pernyataannya ini. Karena yang dimaksud
ustadz zaenal abidin dan ustadz firanda adalah bahwasanya melafadzkan
niat tidak berhujjah sama sekali, Maka jika dipaksa paksakan juga aneh.
Ini sudah disampaikan beliau. Semisal perkataan idrus ramli yang
mengatakan bahwa lafadznya bebas, nah ini dibantah dengan argumen bahwa
jika ada murid yg melafadzkan selain usholli maka tentu akan disalah
salahkan oleh kyainya. Dan ini ma’lum.
Di ponpes maupun di sekolahan
maka tetap saja dianggap salah niat. Idrus ramli membela diri dengan
mengatakan bahwa bebas saja lafadz tsb, nah inipun tanpa hujjah krna
tidak pernah sama sekali hal ini ada contohnya dari Rasulullah dan para
sahabatnya, bahkan para imam empat itu sendiri tidak ada satupun yang
mencontohkan hal ini.
Jawabannya semakin aneh saja.
Wallahua’lam bishshowaab..
https://www.facebook.com/pentingnya.syari/posts/647742395268884
embuh ra ngerti aku. yang pasti setelah lihat vidionya hanya satu kesimpulan saya "WAHABI OK, AHLUL BID'AH MEMBLE"
BalasHapus