MEMBELI WAKTU AYAH....

Ada seorang ayah setelah pulang dari kantor hari sudah larut malam, dengan perasaan sangat lelah dan kesal sekali dia masuk ke dalam rumah, dia menemukan anaknya yang baru berusia lima tahun duduk bersandar di atas kursi sedang menunggunya.

“Ayah, apakah saya boleh mengajukan satu pertanyaan?” tanya anak itu penuh harap.

“Tentu saja boleh, apa yang ingin kau tanyakan?” balas sang ayah.

“Mmm.....Berapa upah ayah bekerja setiap jamnya?”

“Wah, masalah seperti ini tidak perlu dipertanyakan. Mengapa tiba-tiba menanyakan hal ini?” Ayahnya menjawab dengan nada sedikit gusar.

“Ayah, saya hanya ingin mengetahui, berapa upah Ayah per jam? Tolong beritahu saya...”

Dengan nada suara yang agak gemetaran anak tersebut memohon dengan sangat.

“Baiklah! Kalau kamu merasa harus mengetahuinya, Upah ayah setiap jamnya lima puluh ribu rupiah.”

“Uhh….” Anak kecil tersebut menundukkan kepala dan berpikir sejenak, kemudian melanjutkan berkata, “Ayah, bolehkah saya meminjam uang sebesar lima puluh ribu rupiah?”

Kesabaran ayah anak itu telah habis, dengan nada keras dia menegur, “Jika kamu menanyakan persoalan ini hanya ingin meminjam uang untuk membeli mainan atau benda lain yang sama sekali tidak ada gunanya itu, maka sebaiknya kamu sekarang segera kembali ke kamar! Coba pikirkan mengapa kamu hanya mementingkan diri sendiri. Ayah setiap hari bekerja lembur dengan susah payah untuk memberikan nafkah kepada kalian, tidak ada waktu yang berlebihan untuk permainan semacam ini!”

Akhirnya dengan tertunduk lesu anak tersebut masuk ke dalam kamar tidurnya dan menutup pintu kamar.

Setelah duduk di atas kursi, si Ayah memikirkan kembali pertanyaan anaknya, semakin dipikir semakin menjadi jengkel.

“Beraninya dia menanyakan hal tersebut hanya demi meminjam uang?” Dalam hati ayah tersebut terus berpikir.

Namun lewat satu jam kemudian, pada akhirnya si Ayah bisa menenangkan diri. Dia mulai berpikir, “Mungkin sikap saya terlalu keras terhadap anak itu, atau mungkin dia seharusnya menggunakan uang lima puluh ribu tersebut untuk membelikan barang yang benar-benar dia inginkan, agar tidak sering-sering lagi minta uang kepadaku.”

Karena itu sang ayah pergi ke kamar anaknya dan mengetuk pintu kamar sambil bertanya, “Anakku, apakah kamu sudah tidur?”

“Belum, Ayah. Saya masih terjaga……” sahut anak itu lirih.

“Ayah baru saja berpikir, mungkin ayah terlalu keras terhadapmu....” Ayah tersebut melanjutkan berkata, “Maafkan Ayah yang telah meluapkan kekesalan dalam hati! Ini Ayah berikan uang yang kau kehendaki……” kata si Ayah sambil menyodorkan uang itu pada anaknya.

Dengan tersenyum simpul anak tersebut duduk di atas ranjang sambil berteriak girang, “Terima kasih ayah!”. Anak itu lalu mengeluarkan uang kertas yang sudah lusuh serta uang receh dari bawah bantalnya.

Si Ayah yang melihat anaknya telah memiliki uang sebesar itu, dan masih juga meminta uang kepadanya, hampir membuat kejengkelannya meluap lagi.

Dengan hati-hati anak itu menghitung uangnya, “Seribu, sepuluh ribu, dua puluh lima ribu, empat puluh ribu…… lima puluh ribu……” gumamnya menghitung uang receh yang dia miliki. Ketika genap seratus ribu, dengan mata berbinar dia memandang ke ayahnya.

Baru saja ingin mengatakan sesuatu, si Ayah sudah tidak bisa menahan kejengkelannya, dengan nada gusar dia bertanya, “Kamu telah mempunyai uang sebanyak itu, mengapa masih juga meminta lagi?”

“Karena…uang saya…….tak mencukupi….tetapi…. tapi….. sekarang sudah mencukupi…..”

Dengan terbata-bata anak tersebut melanjutkan perkataannya, “Ayah, sekarang saya sudah mempunyai uang sebanyak seratus ribu, bolehkah saya membeli waktu Ayah selama dua jam? Karena besok saya sangat ingin sekali makan malam bersama ayah……”

Mata jernih anak tersebut berlinangan air mata, sedangkan di dalam hati sang ayah penuh dengan penyesalan…… (Mingxin/The Epoch Times/lin)

1 komentar: